Senin, 14 April 2014

Tick Tock

p.s:Saya lupa mindahin cover nyna kesini HAHAHAHA.






Title:Tick Tock.
Author:Hanbirochan.
Genre:AU,Thriller,Surrealism,Psychology,a little bit friendship.
Rate:PG15.
Length:Oneshot.
Featuring Lee Jaehwan (Ken) and Lee Hong Bin VIXX.















“Teruslah menghitung. Waktu berada dipihakmu. Bukankah ini takdir yang menyenangkan?”






**



**)








Ken menghela nafasnya pelan. Ia mengeratkan mantel berwarna biru tua yang ia pakai lantas membenarkan syal yang melingkar dilehernya, sesekali sebuah senyuman lebar disertai bungkukkan tubuh jangkung milik Ken terlihat saat pintu yang berada disampingnya terbuka. Pria dengan surai hitam pekat tersebut melirik kearah jam tangan yang melingkar dilengan kiri nya, sesaat kemudian helaan nafas kembali keluar dari bibirnya.

“Aku belum belajar untuk be –ah selamat datang, Tuan!” Ken segera membungkukkan badannya pelan, tidak lupa menambahkan seulas senyuman manis yang selalu ia tampilkan pada semua orang. “Apa ada yang bisa saya bantu?” Tanya Ken saat pria yang baru saja masuk ke toko tersebut terdiam sembari menatap Ken dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
“Lee Jaehwan.” Ucap pria itu dengan nada datar. Ken menaikan sebelah halisnya, entah kenapa hawa disekitarnya berubah secara drastis. Sangat dingin –Ken yakin jika ia sudah menyalakan penghangat di toko kecil ini, dan tampaknya itu tidak berpengaruh banyak –atau mungkin tidak berfungsi sama sekali.
“Ya? Darimana Tuan mengetahui nama asli saya? Whoa apa Tuan seorang peramal? Wah.” Ken berkata dengan cukup antusias –bermaksud mengusir perasaan tidak enak yang hinggap begitu saja dihatinya. Hawa dingin semakin menyeruak; membuat pemuda berusia 17 tahun tersebut menggigil pelan.
Pria itu menyeringai kecil, ia mengambil beberapa lembar uang dari dalam sakunya lantas menyerahkannya pada Ken. “Rokok.” Ujar pria itu. Ken menghembuskan nafasnya pelan lantas mengangguk, dengan segera ia mengambil satu bungkus rokok lalu menyerahkannya pada pria dihadapannya.
“Ngomong-ngomong, bagaimana Tuan melakukannya?” Tanya Ken, demi apapun ia sangat penasaran dengan pria dihadapannya ini. Hei, mereka bahkan tidak mengenal satu sama lain sebelumnya, dan pria itu mengetahui nama lengkap Ken –apa ia seterkenal itu sampai-sampai orang asing ini mengetahui namanya?

“Bukan hal yang penting.” Ujar pria itu, ia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, namun beberapa saat kemudian langkahnya terhenti. Pria itu menoleh kearah Ken, sebuah seringai kecil kembali tergores diwajahnya. “..Selamat bersenang-senang, Nak.”

Dan Ken tidak pernah menyadari apa yang akan terjadi setelahnya.



**)


Tidak ada yang berbeda pagi ini. Ken –atau Lee Jaehwan- mengayuh sepeda berwarna hitam kesayangannya dengan tergesa-gesa. Jam sudah menunjukkan pukul 7.18 pagi dan jarak sekolahnya masih 2 km lagi. Kalau saja ia tidak ingat jika hari ini ada ulangan fisika –jam pertama pula- mungkin ia akan memilih untuk tetap tidur dirumah. Lagipula, suhu pagi ini sangat tidak bersahabat.
Ken menggerutu pelan saat terdapat gerombolan orang yang menghalangi jalannya, dengan wajah malas ia menuruni sepeda nya lantas melihat apa yang terjadi hingga orang-orang bergerombol seperti ini.
“Permi –oh! Lee Hongbin!” Ken berteriak cukup keras saat melihat pemandangan dihadapannya; sesosok tubuh seorang pria –yang ia yakini sebagai Hongbin, adik kelasnya- tergeletak begitu saja, tubuh Hongbin berlumuran darah serta keadaan tangan kanannya sudah tidak berada ditempat asalnya. Sepeda motor milik Hongbin pun berada sekitar 5 meter dari tubuh Hongbin.
Ken meringis pelan, satu hal yang ia sadari; orang-orang hanya mengelilingi tubuh Hongbin tanpa melakukan apapun. Mereka menatap Hongbin seolah ia adalah seekor binatang, bukan manusia. Ken mengedarkan pandangannya lantas menghampiri tubuh Hongbin yang tampak sangat mengenaskan.
“Lee Hongbin-ya! Hei kalian, cepat panggil ambulance!” teriak Ken, namun tidak ada satu orangpun yang menghiraukannya. Dan beberapa saat kemudian orang-orang tersebut membubarkan diri begitu saja.
“Hei! Apa yang kalian lakukan?! Cepat panggil ambulance! Astaga! Apa yang harus kulakukan?” Ken berteriak histeris, ia melirik kearah jam tangan yang melingkar dilengan kirinya lantas kembali meringis. 15 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup, dan kini dihadapannya terdapat seongok daging  –maksudnya, sesosok tubuh manusia yang tergeletak begitu saja dengan kondisi mengenaskan. Apa yang harus ia lakukan?


Pergilah, Ken.


“Tidak, aku tidak mungkin meninggalkan Hongbin disini!”


Akan ada yang menyelamatkannya, Ken. Jangan menjadi pahlawan kesiangan. Ingat ujian fisika mu, kau ingin Park songsaengnim menghukummu?

Ken terdiam sejenak. Ia melirik kearah tubuh Hongbin lantas menundukkan kepalanya, sesaat kemudian ia kembali menaiki sepeda nya.
Ken menatap tubuh Hongbin dengan tatapan menyesal, ia menghembuskan nafasnya pelan lalu kembali mengayuh sepeda nya dengan tergesa-gesa.
“Maaf.”




**)


Ada yang salah dengan sekolahnya –atau mungkin ada yang salah dengan Ken. Terakhir kali ia melihat jam tangannya –mungkin 3 menit yang lalu- waktu sudah menunjukan pukul 7.30 dan kini para murid tampak dengan santainya berjalan memasuki gerbang. Sekolah juga tampak sepi.

Ada apa ini?

Ken lantas kembali melirik jam tangannya. Dan seketika juga matanya melebar dengan sempurna.

6.30

“Bagaimana bisa?!” Ken menggerutu pelan, ia mengacak rambutnya lantas mengedarkan pandangannya. Benar-benar sepi. “Ah entahlah.” Ken menghela nafasnya lalu melangkahkan kaki nya sembari mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Tadi jam nya benar-benar menunjukan pukul 07.30, sungguh. Aish. Apa jam ku rusak?” Ken bergumam sendiri –tidak mempedulikan beberapa murid yang memandangnya dengan tatapan aneh sekaligus heran.
Ken menghentikan langkahnya saat berada didepan kelas Hongbin, ia melirik kedalam kelas tersebut lantas menghembuskan nafasnya pelan. Perasaan bersalah mulai menyeruak, dada nya terasa sesak saat mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Lee Hongbin adalah salah satu teman baiknya, ia adik kelas yang ramah, dan Ken akui jika pria yang lebih muda satu tahun darinya tersebut cukup tampan –Ken masih normal, ngomong-ngomong.
Saat itu juga Ken mengutuk dirinya sendiri. Ini masih pagi, ia tidak terlambat, masih ada waktu untuk membawa Hongbin ke rumah sakit dan dengan teganya ia membiarkan tubuh Hongbin tergeletak begitu saja ditengah jalan. Teman macam apa dia?

“Sunbae, kenapa?” Suara disertai tepukan tangan seseorang membangunkan Ken dari lamunannya. Ken menoleh kearah suara tersebut dan menemukan Jung Eunji –teman sekelas Hongbin- sedang menatapnya dengan tatapan heran.

“Ah Eunji-ya, tidak apa-apa.” Ken tersenyum kaku sembari memegang belakang kepalanya. Eunji menaikan sebelah halisnya lantas menoleh kearah kelasnya. “Sungguh? Sedari tadi sunbae terus memandangi kelas ku.” Ujar Eunji.
Ken menghembuskan nafasnya pelan lalu mengacak rambutnya gusar. Haruskah ia memberitahu Eunji?
“Itu. Um Lee Hongbin, a-“

“Oh kau mencari Hongbin? Tadi aku melihatnya di kantin. Oh itu dia!” ” Ucap Eunji cepat. Gadis dengan rambut kecokelatan tersebut tersenyum kecil lantas melambaikan tangannya.
Ken terdiam beberapa saat, sedetik kemudian ia menoleh ke belakang.

Dan saat itu juga waktu serasa terhenti.


Disana, Lee Hongbin sedang berjalan kearahnya dan Eunji, pria itu tampak tersenyum senang. Tidak ada yang kurang dari Hongbin –tubuhnya lengkap, tidak ada lebam sedikitpun.

Apa-apaan ini?!



**)



“Jadi, tadi pagi kau melihatku kecelakaan, hyung? Pfft.”


Hongbin hampir saja kembali memuntahkan lasagna yang ia makan saat mendengar cerita Ken. Dengan susah payah pria itu menahan tawanya –ia menghargai Ken, bagaimanapun, Ken tetaplah kakak kelasnya. Lagipula, raut wajah Ken tampak sangat serius dan cemas saat menceritakan pengalamannya tadi pagi.

“Jangan tertawa, Lee Hongbin! Aku serius!” Ken menggerutu pelan. Hongbin tersenyum kecil lantas menganggukan kepalanya tanda mengerti, sedetik kemudian ia membentuk tanda ok dengan tangan kanannya. “Baiklah, maafkan aku.”
Ken menghela nafasnya pelan. Berkutat dengan 40 soal fisika selama 2 jam sudah cukup membuat otaknya berasap, ditambah kejadian tadi pagi yang terus terngiang di kepalanya. Mungkin setelah ini kepala Ken akan meledak.
“Oh ya, ada yang aneh dengan jam tangan ku.” Ken menjulurkan lengan kiri nya lantas menunjuk jam tangan berwarna hitam yang melingkar dengan sempurna disana.
Hongbin memperhatikan jam tersebut dengan wajah serius, sesaat kemudian ia menoleh kearah Ken.
“Jam yang bagus, Hyung. Kau beli dimana?” Tanya Hongbin sembari memasang wajah polos. Saat itu juga Ken menahan keinginannya untuk mencekik pria dihadapannya ini.
“Tidak, bukan itu, Hongbin-ya. Saat aku melihatmu kecelakaan tadi pagi, jam nya menunjukan pukul 07.18 –dan aku berangkat pada pukul 7 tepat. Tapi saat aku sampai di sekolah, jam nya menunjukan pukul 06.30.” Ujar Ken. Ia menghembuskan nafas lantas mengacak rambutnya cepat.

Hongbin terdiam beberapa saat, otaknya mulai mencoba untuk mencerna setiap perkataan Ken.
“Hyung, kau sedang mengerjaiku?” Tanya Hongbin pada akhirnya. Ken mendengus pelan lalu mendorong kepala Hongbin dengan cukup keras.

“Demi Tuhan, Lee Hongbin! Apa aku terlihat seperti sedang mengerjaimu?”

“Kau mengerjaiku setiap waktu, Hyung. Ingat saat kau berpura-pura terkena serangan jantung dulu? Trik yang sama tidak akan berlaku lagi, Hyung. Aku sudah tahu bagaimana cara berfikirmu.” Ucap Hongbin, ia menghembuskan nafasnya lantas beranjak dari duduknya.
“Namun jika semua yang kau katakan benar..” Hongbin menggantungkan kalimatnya, pria itu membalikan badannya lantas berjalan menjauhi Ken dengan langkah perlahan.

“….Kau harus ke psikiater. Kurasa kau berhalusinasi.”



Mati kau, Lee Hongbin.




**)

Ken mengayuh sepeda nya dengan perlahan. Sesekali pria berambut raven tersebut menggigil pelan saat hembusan angin musim dingin –yang dengan sangat tidak bersahabatnya- menerpa kulit nya. Seperti biasa, sepulang sekolah Ken langsung pergi ke toko tempat nya bekerja part time.
Bagaimanapun, kondisi ekonomi nya tidak memungkinkan Ken untuk dapat bersantai layaknya remaja lain –ia hidup sendirian, kedua orang tua nya sudah meninggal sejak ia berumur 14 tahun. Waktu kita hidup hanya sedikit, akan sangat sayang jika dipakai untuk sesuatu yang tak berguna –setidaknya itulah asumsi yang Ken pegang daridulu, seolah hasil pikirannya tersebut telah menjadi semacam ideology baginya. Apapun itu, bagi Ken, waktu adalah segalanya.

Segalanya.

Ken menghentikan sepeda tua nya tepat didepan toko tempatnya bekerja. Pria itu menghela nafasnya lantas menyimpan sepeda nya tersebut, dengan langkah tegas melangkah kearah pintu toko dan langsung membukanya begitu saja.
Ken tersenyum sekilas kearah Sihyoung –teman sekaligus pekerja part time di toko tersebut, sama sepertinya- ia melambaikan tangannya lalu langsung menghampiri Sihyoung.
“Hello, Sihyoung-ie. Kau bisa pulang sekarang.” Ujar Ken. Sihyoung mengangguk pelan lantas sedikit membungkukkan badannya kearah Ken, pria itu berjalan keluar dari toko tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Ken menghela nafasnya lalu mengambil posisi di belakang kasir, pria itu mengeratkan mantel yang ia pakai lantas mengeluarkan beberapa komik yang telah ia persiapkan sebelumnya. Sesekali iris kelam milik Ken memperhatikan gerak-gerik orang yang lewat di depan toko.

Kring

Lonceng berbunyi. Ken menoleh kearah pintu dan menemukan Hongbin sedang memperhatikan kondisi toko nya. Ken mendesis pelan, ia masih sedikit kesal atas apa yang Hongbin ucapkan padanya saat di sekolah tadi –secara tidak langsung, pria itu sudah mengatakan bahwa Ken gila.

“Lee Hongbin-a, jangan diam disitu; kau menghalangi jalan!” ucap Ken. Hongbin menoleh kearah Ken lantas menaikan sebelah halisnya, pria itu berjalan menghampiri kasir lalu menatap Ken dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

“Darimana kau tahu nama ku?” Tanya Hongbin. Ken membulatkan matanya, namun sedetik kemudian ia mendesis pelan.
“Tentu saja aku tahu, bodoh!”

“Apa begitu caramu memperlakukan seorang pelanggan, tuan?”

“Apa maksudmu?” Ken mulai geram dengan tingkah Hongbin, sedangkan Hongbin hanya dapat memasang wajah bingung sekaligus kesal.

“Sudahlah. Aku tidak mau berdebat dengan orang yang tidak ku kenal. Aku butuh sebuah lampu bohlam.” Ucap Hongbin. Ken mendengus kesal lantas mengambil sebuah lampu bohlam lalu menyerahkannya pada Hongbin.
Hongbin mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkannya kearah Ken. “Kau benar-benar tidak mengenalku?” Tanya Ken. Hongbin menghela nafasnya lalu mengangguk.

“Memangnya, kau siapa?”

“Lee Jaehwan.”

Hongbin mengangguk mengerti lalu dengan langkah malas berjalan keluar. Suara lonceng yang berbunyi kembali memekakan indera pendengaran Ken saat Hongbin membuka pintu toko.
Ken menghela nafasnya. Mungkin Lee Hongbin sedang mengerjainya. Mungkin.

Ken memperhatikan Hongbin yang tampak sedang menaiki motornya, memakai helm nya, lalu menyalakan motornya, dan beberapa saat setelah Hongbin melajukan motornya, sebuah truk besar menghantam motor Hongbin.


……Eh. Tunggu.



“LEE HONGBIN!”




**)




Esoknya, Ken berjalan menelusuri koridor sekolah dengan langkah terseok-seok (ia merasa kaki nya terasa sangat ngilu) . Otaknya masih mencoba mencerna kejadian yang ia lewati tempo hari. Semua yang berhubungan dengan Lee Hongbin.
Kemarin saat ia hendak menolong Hongbin, tiba-tiba saja sudah ada beberapa orang yang membentuk lingkaran mengelilingi Hongbin. Tolol memang, untuk apa mereka mengerumuni seseorang yang tak berdaya tanpa berniat sedikitpun untuk membantunya? Mereka hanya menatap ngeri sekaligus naas kearah Hongbin –mungkin mereka menyayangkan pria setampan Hongbin tewas mengenaskan seperti itu.
Satu hal yang Ken sadari; semuanya sama persis seperti apa yang ia lihat tempo hari. Lee Hongbin, dengan motor kesayangannya yang terpental jauh, serta kondisi tubuhnya yang sangat mengerikan. Tak lupa orang-orang tolol yang hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apapun.
Semuanya sama persis, seperti dejavu namun Ken yakin jika ia benar-benar mengalami hal yang sama sebelumnya.
Dan disaat Ken hendak menolong Hongbin, semuanya mendadak gelap; tubuhnya kaku dan terasa ringan. Tidak ada yang Ken ingat sampai akhirnya ia menemukan dirinya sendiri tertidur didalam kamarnya.

Ken terus berjalan dengan langkah gontai. Kepalanya terasa sangat berat, otak berkemampuan minim nya terus berusaha mencoba mencerna semua yang terjadi. Kemarin pagi, siang, malam, dan hari ini.

“Hyung!”

Tap tap tap.

“Hyung! Kau tidak apa-apa?”

Ken menghentikan langkahnya, ia memegangi kepalanya yang terasa akan pecah saat itu juga lantas menoleh kearah sumber suara yang memanggilnya.

Lagi. Disana, Lee Hongbin sedang berlari sembari menatapnya dengan tatapan cemas. Tidak ada yang kurang sedikitpun; Hongbin baik-baik saja.
Lantas, yang dilihat Ken kemarin itu apa?

“Hyung, kau sudah masuk sekolah? Apa kau sudah baik-baik saja? Bagaimana dengan luka mu itu? Astaga hyung, wajahmu pucat.” Hongbin kini berdiri dihadapan Ken, wajahnya tampak sangat khawatir sekaligus kesal melihat kondisi Ken. “Sudah kubilang kau harus beristirahat, hyung. Ngomong-ngomong, supir truk sialan yang menabrakmu sudah ditangkap. Beruntung sekali kau hanya cidera dan-“

“Lee Hongbin?” Ken mengerjapkan matanya beberapa kali, ia memegangi kedua pipi Hongbin lantas mengguncangkan pundak sahabatnya tersebut. Mata Ken tampak berkaca-kaca, wajahnya terlihat cemas dan bingung.

“Iya ini aku, ada apa? Kau kenapa?”

“K-kau baik-baik saja? Yang aku lihat kemarin..” Ken menggantungkan kalimatnya, ia menundukkan kepalanya sesaat lantas kembali menatap Hongbin dengan tatapan takut.
“Aku…kenapa?”



**)


Hongbin menjabarkan semuanya dari awal secara mendetail. Bagaimana saat Ken dengan cerobohnya menyebrang dan hampir dilindas truk, pun saat Ken bercerita tentang melihat diri Hongbin yang kecelakaan tempo hari.
Dengan sangat sabar pria itu menjelaskan semuanya –meski jujur saja ia merasa sedikit kesal saat Ken dengan tgeasnya mengatakan bahwa semua yang ia alami adalah kenyataan. Berbanding terbalik dengan apa yang Hongbin alami –tentu saja, sejak kapan Hongbin kecelakaan? Jika benar, maka ia tidak akan berada disini sekarang. Satu-satunya orang yang hampir mati karena tertabrak truk adalah Ken, bukan dirinya.
Ken mendesah pelan. Ia sadar jika Hongbin merasa kesal dengannya –tampak jelas dari raut wajah Hongbin yang terlihat kelelahan sekaligus kesal. Peduli setan dengan apa yang Hongbin pikirkan, Ken hanya ingin mencurahkan apa yang ia alami. Masalah Hongbin percaya atau tidak, itu urusan belakangan.

“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, hyung. Dari kemarin kau seolah berharap bahwa aku kecelakaan –jujur, itu menyebalkan. Kau sedang mengerjaiku?” Tanya Hongbin dengan nada yang dibuat sebiasa mungkin, pria dengan rambut hitam pekat tersebut menyesap pelan coffe late nya lantas memejamkan matanya beberapa saat. Sedetik kemudian ia kembali membuka matanya dan mendapati Ken tengah menatapnya tajam.

“Kau yang sedang mengerjaiku, kan? Demi Tuhan, Lee Hongbin, semuanya terasa nyata.” Ujar Ken, iris kelam milik Ken tetap menatap Hongbin dengan intens; mencoba meyakinkan sahabatnya tersebut bahwa semua yang ia katakan bukan gurauan semata. Semuanya nyata, Ken yakin dan bersumpah akan hal itu.

“Ada yang salah denganmu, hyung. Apa kau –maaf, memakai sesuatu?” Tanya Hongbin pelan, raut cemas sekaligus takut terukir diwajahnya saat dengan sontak Ken membulatkan matanya.
“Apa? Tentu saja tidak!” jawab Ken tegas. Hongbin menghela nafasnya lantas menoleh sekilas kearah arloji yang melingkar di lengan kanannya. “Aku harus ke ruang seni, hyung. Kita bicara lagi nanti.” Hongbin beranjak lalu berlalu meninggalkan Ken begitu saja.



**)



Lihat, bahkan orang yang kau anggap saudara sendiri tidak mempercayaimu. Lee Jaehwan, sadarkah kau?



Ken menatap pantulan wajahnya di cermin, ia sedikit meringis pelan saat sebuah suara –yang ia yakini sama persis dengan suaranya- terdengar begitu nyaring. Iris kelamnya menelusuri penjuru kamarnya dengan cepat; mencoba mencari arah datangnya suara tersebut.


Tolol, kau sedang mencariku? Aku berada dihadapanmu.


Ken terdiam; tubuhnya terasa sedikit bergetar, disusul dengan rasa sakit yang menjalar dari kepala hingga dada nya. Ken meringis, ia memegangi dada nya yang terasa sangat sesak lalu menatap pantulan wajahnya dicermin dengan tatapan takut.


“K-kau siapa? Apa yang kau mau?” Tanya Ken. Ia terdiam beberapa saat, hingga sedetik kemudian pantulan bayangan dirinya dicermin berubah drastic –wajah pucat Ken menjadi semakin pucat, serta sebuah seringaian kecil tergores diwajahnya. Bayangan tersebut memiringkan kepalanya lantas menunjuk dirinya sendiri.

Aku? Aku adalah kau, Lee Jaehwan. Kau tahu? Inti dari semua hal yang kau lihat kemarin adalah kenyataan; Lee Hongbin memang harus mati. Dia ditakdirkan untuk mati. Jika tidak, kau akan berakhir seperti sekarang.



“M-maksudmu?” Ken memegangi kepalanya yang terasa semakin pening. Kini ia tampak seperti orang gila yang sedang berbicara dengan bayangannya sendiri di cermin.


Waktu berada dipihakmu, tidakkah kau menyadarinya? Biar aku sederhanakan; kau melihat Hongbin kecelakaan –dia mati. Namun pada kenyataannya kau yang kecelakaan. Kenapa? Karena Lee Hongbin tidak mati. Dia tidak mati; kau celaka.


Ken terdiam sesaat, ia menelan ludahnya lantas memegang cermin dihadapannya. Ken mengepalkan tangannya lantas kembali memegang kepalanya yang terasa semakin sakit, erangan kembali keluar dari bibir Ken saat ia merasa seperti ada yang mendorong dirinya.


Seperti yang kubilang tadi. Kau memegang kendali, namun jika kau tidak menuruti apa yang kau lihat, kau akan celaka. Kau ingin mencobanya?


Ken tetap tidak mengerti. Ia terlalu sibuk menahan rasa sakitnya hingga tidak sempat berfikir tentang apa yang suara itu katakan. Hanya satu yang ia tangkap; Hongbin harus mati.

“Bagaimana caranya?”


Bunuh dia.


“Tidak!”


Kau ingin celaka?


“Aku tidak mau menjadi seorang pembunuh.”


Kau bukan seorang pembunuh. Sudah kubilang, waktu berada dipihakmu. Kau membunuh Hongbin sekarang; waktu akan berputar ke belakang dan ia akan mati tanpa harus kau bunuh. Namun jika kau membiarkannya hidup; waktu bergulir  kedepan dan kau celaka.


“Tidak! Aku pasti berhalusinasi,” Ken bergumam pelan. Ia kembali menatap pantulan bayangannya dicermin lantas menjambak rambutnya sendiri dengan cukup keras. “Ya, aku berhalusinasi. Siapapun kau –aku tidak akan menurutimu!” teriak Ken.

Tolol. Kau harus menerima ini, jika kau tidak melakukannya; kau akan tahu akibatnya nanti. Bunuh Lee Hongbin.

“Tidak! Sudah kubilang tidak!” Ken berteriak dengan nyaring, ia mengepalkan lengannya lantas memukul cermin dihadapannya hingga retak. Cairan anyir berwarna merah pekat keluar dari telapak tangan Ken, ia mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah lalu kembali berteriak. Sekali lagi, ia memukul cermin dihadapannya hingga kini pecahan cermin tersebut melukai seluruh tangannya.



**)


Lee Jaehwan’s POV.



Aku menelusuri jalanan dengan langkah gontai. Entah apa yang aku pikirkan sekarang –berjalan ditengah malam dengan kedua tangan yang penuh dengan darah. Sebuah pisau lipat terselip di balik mantel berwarna cokelat tua yang kupakai. Sesekali dapat kudengar beberapa orang berteriak histeris melihat kondisi ku sekarang –tampak sangat menyedihkan, aku sadar itu. Namun siapa peduli? Aku hanya harus bertemu Lee Hongbin secepatnya.

Nafasku semakin tidak beraturan saat aku berada didepan rumah Hongbin. Komplek ini sangatlah sepi, dan Hongbin hanya tinggal sendirian –kedua orang tua nya berada diluar kota untuk beberapa bulan, itu yang ku tahu.
Aku tersenyum kecil lantas meraih ponsel yang berada di saku mantel ku, aku hendak menelepon Hongbin hingga tiba-tiba saja pintu rumahnya terbuka.

“Hyung? Sedang apa kau disini?”

Hongbin menatapku heran, dan sedetik kemudian ia membulatkan matanya saat menyadari jika kedua lenganku penuh dengan cairan berwarna merah pekat. Dengan segera ia membuka pintu rumahnya lebar-lebar lalu menyuruhku untuk masuk dan mengatakan jika ia akan mengobati luka ku.

“Masuklah, hyung. Apa yang terjadi padamu?” Tanya Hongbin sembari merangkulku. Aku menoleh kearahnya lalu memiringkan kepala ku. Lee Hongbin, sahabatku, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Aku menyayangi nya. Sungguh. Maafkan aku.

Hongbin menatapku heran lalu hendak menarikku untuk masuk, namun aku tetap bergeming sembari terus menatapnya.

Apa yang harus aku lakukan sekarang?
“Hyung kau kenapa? Ayo –he..hei. Untuk apa kau membawa pisau?” Hongbin tampak heran saat aku mengeluarkan pisau lipat yang sudah aku sediakan dari rumah. Aku menatapnya datar lalu tanpa aba-aba langsung menusuk mata kiri nya dengan pisau ku.

“ARGH! HYUNG! K-KAU KENAPA?”

Hongbin berteriak sembari mencoba menyingkirkan tanganku yang semakin dalam menusuk mata kanannya. Cairan amis berwarna merah pekat mulai menyeruak keluar dari mata Hongbin, aku tersenyum kecil lalu mencabut pisau ku dan hendak menusuk mata kirinya. Namun tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap.





**)




2 Minggu kemudian…







“Hei, tidak seburuk itu. Kau terlihat seperti Ciel Phantomhive. Kau tahu karakter anime itu, kan? Hahahaha.”


Ken tertawa keras saat melihat kondisi Hongbin yang tampak sangat menyedihkan –mata kanannya ditutupi oleh sebuah penutup mata. Hongbin mendesah pelan, ia tersenyum kecil kearah Ken lantas duduk dihadapan pria yang lebih tua darinya tersebut.

“Kau tidak apa-apa, kan?” Tanya Hongbin. Ken mengangkat bahu nya lalu sedikit menghentakkan kaki nya kesal.

“Aku tidak betah berada disini, Hongbin-ah. Aku tidak gila.” Rengek Ken.

Hongbin menghembuskan nafasnya pelan. Ia masih sangat ingat kejadian 2 minggu yang lalu –disaat Ken tiba-tiba saja datang dan langsung menyerang nya, disaat Ken pingsan, dan disaat dengan tolol nya ia menghubungi rumah sakit serta polisi dan mengatakan bahwa rumahnya hampir dirampok dan Ken yang berusaha melindungi nya tiba-tiba saja pingsan. Ia juga mengatakan bahwa mata kanan nya menjadi seperti sekarang karena di tusuk oleh perampok tersebut. Pisau nya? Hongbin buang ke tempat sampah.

Hongbin sadar jika dari dulu ada yang berbeda dari Ken, namun semuanya semakin terlihat jelas belakangan ini. Pria itu sering melamun dan berteriak secara tiba-tiba di sekolah. Oleh karena itu, Hongbin memutuskan untuk mengirim Ken ke rumah sakit jiwa. Dan disinilah mereka sekarang; di sebuah taman yang berada di belakang rumah sakit. Disini tampak sepi, hanya ada Ken dan Hongbin.

“Aku tahu,” ujar Hongbin, ia kembali menghela nafasnya lantas menoleh kearah Ken. “Kejadian 2 minggu yang lalu, kau benar-benar tidak mengingatnya?” Tanya Hongbin.

Ken menggeleng pelan lalu menggaruk belakang kepala nya yang tidak gatal. “Aku tidak ingat. Yang aku ingat adalah saat aku terbangun aku sudah berada disini.” Jawab Ken seadanya.

Hongbin tersenyum kecil lantas beranjak dari tempat duduknya. Ia menyibakkan poni yang menutupi mata kanannya lantas mengeluarkan sesuatu dari saku nya.

Sebuah pistol.

Ken menaikkan sebelah halisnya heran saat Hongbin mengarahkan pistol tersebut kearahnya -tidak, Hongbin mengarahkan pistol tersebut kearah mata kanannya.

“Pernah mendengar istilah ‘mata dibayar oleh mata’, hyung?”

Hongbin tersenyum kecil saat melihat ekspresi Ken yang berubah pucat, sesaat kemudian terdengar suara tembakkan berulang-ulang yang disusul oleh teriakkan nyaring milik Ken.










End.






Epilogue.





Hongbin membuka kedua matanya secara perlahan. Sedikit meringis pelan saat merasakan rasa sakit yang tiba-tiba saja menyerang kepala nya. Hongbin memegangi kepala nya lantas mengedarkan pandangannya.


Ia berada di kamarnya.


“A-apaan ini? Tadi itu apa?”


Hongbin beranjak dari tempat tidurnya lantas memandangi pantulan bayangannya di cermin. Dan seketika juga matanya membulat sempurna. Ia menyibakkan poni nya lalu memegangi mata kanannya yang tampak tidak apa-apa. Semuanya normal.


Hello, Lee Hongbin. Kau senang kembali kerumah?


Dan yang Hongbin lihat sekarang adalah bayangannya yang sedang menyeringai kearahnya.






**)





Hallo anyone miss me? Ada yang ingat saya? Nggak? Baiklah /wht.

Anyway maaf kalau tiba-tiba saja saya datang dengan FF ini dan melupakan summer case yang sudah terbengkalai sejak beberapa bulan yang lalu. Maaf sekali. FF nya sedang dalam masa pembuatan kok/? Saya sibuk. Lagipula, saya sedang ini menulis fanfic dengan genre baru. Ini fanfic surrealism pertama saya! Dan tampaknya tidak berhasil, ya? Hahahaha. /gelindingan ke dorm VIXX/

Anyway, ada yang ngerti maksud FF ini apa? :3

RCL please o/

2 komentar:

  1. Jujur.. aku agak gak mudeng._.

    BalasHapus
  2. Ngeri amat ni cerita :3
    Tapi waktu awal aku baca , aku ga konek sama sekali -_- pas tengah sama akhir baru dah nyambung

    Alur nya ngebingungin >_< tapi cerita nya bagus

    BalasHapus

[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.