(nyaman itu relatif. Kalau ada yang ngerasa tinggal di hutan hujan atau di pulau terpencil itu nyaman, berarti itu standar kenyamanan dia. Atau mungkin ada yang lebih suka tinggal di kandang singa YAAAA standar kenyamanan seseorang kan beda-beda.)
Crimson Blossom
Minggu, 14 Februari 2016
Day2
(nyaman itu relatif. Kalau ada yang ngerasa tinggal di hutan hujan atau di pulau terpencil itu nyaman, berarti itu standar kenyamanan dia. Atau mungkin ada yang lebih suka tinggal di kandang singa YAAAA standar kenyamanan seseorang kan beda-beda.)
Sabtu, 13 Februari 2016
Minggu, 29 Maret 2015
Review: Novel "The Alchemist's Secret" by Scott Mariani.
Sabtu, 06 Desember 2014
Prolog
Jumat, 14 November 2014
#37
732 Words. Romance/AU/Fluff. PG13.
Bangtan Boys' fanfiction.
Kim Taehyung and OC.
**
"Apa kau merindukanku?"
Aku tidak berniat menjawab pertanyaan yang diiringi oleh tawa jenaka itu, kendati kedua ujung bibirku tetap melengkung membentuk sebuah senyuman kecil. Memberikan respon pada ucapan seorang Kim Taehyung bukanlah pilihan yang tepat; semua jawaban yang aku berikan--apapun itu-- pasti akan dijadikan senjata ampuh untuk membuat wajahku memerah. Taehyung akan membalas ucapanku dengan kalimat yang tidak dapat aku terka. Meski aku benci mengakuinya, tapi itu adalah salah satu kebiasaan seorang Kim Taehyung yang sangat aku rindukan.
"Kau tersenyum; pasti kau sangat merindukanku." Taehyung memasang senyuman jahilnya. Aku mengerutkan kening lantas menyesap cokelat panasku. Bahkan kini dia bisa membuat serangan saat aku tidak mengatakan apapun.
"Bagaimana kau dapat berspekulasi seperti itu?"
"Bukan spekulasi. Itu kenyataan." protes Taehyung, ia mengedarkan pandangannya untuk memperhatikan seluruh penjuru kafe lalu kembali menatapku.
"Tempat ini selalu sepi. Sudah berapa lama kita tidak datang kesini? 5 tahun? Ah kurasa lebih."
"Ingin membicarakan masa lalu?" tanyaku sembari terkekeh pelan. Taehyung menarik salah satu ujung bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman kecil, jari kirinya mengetuk-ngetuk meja dengan tempo yang lambat, sedangkan tangan kanannya menopang dagunya.
"Kau selalu bisa membaca pikiranku. Sudah berlatih menjadi seorang cenayang?" tanya Taehyung dengan nada jahil.
"Tidak. Sikapmu memang sangat mudah ditebak, Taehyung-ah --kecuali apa yang akan kau ucapkan. Itu diluar kemampuanku."
"Kemampuanmu tidak cukup hebat untuk dapat melakukan itu, kan? Well, aku terdengar sangat hebat."
Taehyung tertawa, sedangkan aku hanya dapat tersenyum kecil sembari menggelengkan kepalaku pelan mendengar ucapannya. Hingga beberapa detik kemudian Taehyung berhenti tertawa, ia berdeham pelan lantas memiringkan kepalanya.
"Jadi, menurutmu kenapa aku mengajakmu bertemu disini?" tanya Taehyung sembari memasang ekspresi layaknya anak kecil.
Aku menopang daguku dengan tanganku lalu bergumam tidak jelas; mencoba memberikan pose berpikir paling keren yang dapat aku lakukan. Taehyung tersenyum geli kearahku.
"Jawab saja dengan apa yang ada di pikiranmu sekarang." ujarnya.
"Ummm lasagna...pasta..pizza.."
"Ya!"
Aku tertawa melihat wajah kesal Taehyung. Sesaat kemudian aku berhenti tertawa lalu memasang ekspresi polosku.
"Kau bilang aku boleh menjawab dengan apa yang ada dipikiranku." ucapku. Taehyung mendorong kepalaku pelan.
"Bagaimana mungkin gadis bodoh sepertimu dapat kuliah di Oxford University? Astaga." Taehyung menatapku dengan tatapan penuh curiga. Aku mendesis pelan lalu membenarkan posisi dudukku.
"Baiklah. Kau merindukanku?"
Taehyung tidak menjawabnya, aku mengerutkan kening.
"Salah? Umm.. Kau ingin aku mentraktirmu di kafe ini?"
Taehyung masih diam sembari menggelengkan kepalanya.
"Kau ingin pamer jika sekarang kau sudah jadi seorang dokter?"
Taehyung masih membalas ucapanku dengan gelengan kepala. Aku terdiam selama beberapa saat untuk berpikir, hingga akhirnya aku tersenyum lebar.
"Hah! Kau ingin melihat waitress cantik yang dulu kau sukai itu?"
Dan kini tangan Taehyung sudah kembali mendorong kepalaku. Kali ini dengan cukup keras.
"Bodoh." ucapnya. Aku berdecak kesal lalu balas mendorong kepalanya dengan sangat keras. Taehyung membulatkan matanya.
"Ya! Berani-beraninya kau mendorong kepala calon suamimu sendiri!" protesnya. Aku ikut membulatkan mataku lalu hendak mendorong kepalanya lagi.
"Siapa yang mu-- eh tunggu, kau bilang apa tadi?" tanyaku. Taehyung melipat kedua tangannya didepan dada lalu menjulurkan lidahnya.
"Tidak akan kuulangi."
"Iewh."
"Apa?"
"Tidak. Kau bilang apa tadi?" tanyaku dengan nada memaksa. Taehyung menghembuskan napasnya pelan lalu mengambil sesuatu dari saku jaketnya.
"Ini," Taehyung menyerahkan sebuah kotak kecil kearahku. Aku menaikkan sebelah halisku lantas mengambil kotak itu. Taehyung tersenyum. "kau tahu harus melakukan apa dengan kotak itu." tambahnya.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Tentu saja membukanya, bodoh."
"......."
Taehyung tertawa dengan suara beratnya. Baiklah. Tahan. Simpan keinginanmu untuk mematahkan leher seorang Kim Taehyung.
Aku menghembuskan napasku pelan lalu memperhatikan kotak kecil tersebut. Kotak berwarna hitam dengan pita abu-abu kecil sebagai penghias. Manis sekali.
Sebenarnya, tadi aku dapat mendengar ucapan Taehyung dengan sangat jelas. Lagipula, aku hanya ingin memastikan saja.
"5 tahun yang lalu, di kafe ini, tanggal 12 November pukul 3 sore." ujar Taehyung. Aku mengalihkan pandanganku padanya lantas memiringkan kepalaku. Taehyung kembali tersenyum. Dia mengambil kotak yang aku pegang lalu membukanya.
Taehyung lalu beranjak dari tempat duduknya. Dia menghampiriku lalu berjongkok disamping kananku.
"Kau berjanji jika aku dapat menunggumu selama kau kuliah diluar negeri, jika aku dapat menjadi seorang dokter yang hebat saat kau kembali..." Taehyung menggantungkan kalimatnya. Aku bergeming saat Taehyung meraih tangan kiriku.
"Kau akan menikahiku. Bisakah aku menagih janjimu sekarang? Aku tahu cara ini sudah terlalu mainstream dan tidak keren. Tapi seorang Kim Taehyung adalah epitome dari kata keren itu sendiri, jadi tampaknya sesuatu yang lebih keren dari ini sudah tidak diperlukan." Taehyung menyeringai sembari mengambil sebuah gelang dari dalam kotak tersebut. Aku mengerutkan kening.
"Gelang? Bukan cincin?"
"Cincin sudah terlalu mainstream."
Krik.
End.
Pfftt ini apa HAHAHAHAHAHAHAHAHAH.
Sabtu, 08 November 2014
Ahoi!
Sabtu, 25 Oktober 2014
#36
Drabble. PG13. AU/Romance.
VIXX's Fanfiction.
Lee Hongbin and OC.
If what we had was real, how could you be fine? Cause I'm not fine at all. -Amnesia by 5SOS.
**
"Apa kabar?"
Pertanyaan yang terlontar begitu saja dari seorang Lee Hongbin. Kedua ujung bibir Hongbin melengkung membentuk sebuah senyuman kecil yang terkesan terpaksa.
Bertemu dengan Seolmi --mantan kekasihnya-- bukanlah keinginan Hongbin. Namun pada kenyatannya, dia harus kembali melihat wajah sang mantan kekasih setelah beberapa bulan terpisah.
Seolmi menoleh kearah Hongbin. Mata bulat dengan iris kelam yang biasanya terbingkai oleh kacamata kini tampak berwarna hazel dan tidak ada lagi kacamata yang menyertainya; rema hitam yang menjadi kesayangan Hongbin dulu sudah berubah menjadi berwarna kecokelatan; suatu perubahan drastis yang dilakukan oleh Seolmi. Hongbin benci mengakuinya, namun dia merasa jika dia lebih menyukai penampilan Seolmi yang dulu. Seolmi memang menjadi lebih cantik namun..
"Baik. Bagaimana denganmu, oppa?"
--senyumannya berbeda.
"Tidak buruk. Kau memang tampak lebih baik sekarang." ujar Hongbin sembari menaruh buku-buku yang ia beli diatas meja kasir saat Seolmi sudah selesai dengan pembayarannya.
"Kau juga, oppa."
Hongbin tertawa pelan mendengar pernyataan Seolmi. Hongbin tampak baik-baik saja? Dilihat dari sisi sebelah mana?
"Ya. Waktu berjalan cepat, ya? Kau banyak berubah." ujar Hongbin. Seolmi kembali memasang senyumnya lalu memiringkan kepalanya.
"Aku harus berterima kasih padamu untuk itu," ucap Seolmi, ia menoleh sekilas kearah luar toko lalu kembali menatap Hongbin. "Aku duluan, ya? Sanghyuk sudah menungguku." tambahnya.
Hongbin merasa sesuatu menimpa dadanya saat ia menoleh kearah luar toko buku tersebut. Benar saja, Han Sanghyuk, yang Hongbin ketahui sebagai sahabat Seolmi --setidaknya dulu-- sedang memperhatikan mereka dari luar. Hongbin kembali mengalihkan pandangannya pada Seolmi lantas tersenyum kaku.
"Kalian berpacaran?"
"Iya." kedua pipi Seolmi tampak merona. Dan Hongbin merasa beban yang menimpa dadanya semakin besar.
"Oh, sampaikan salamku untuk dia." ucap Hongbin. Seolmi mengangguk kecil lalu membungkukkan badannya.
"Iya. Senang bertemu denganmu lagi, oppa."
"Aku juga. Jaga dirimu."
Seolmi mengangguk lalu meninggalkan Hongbin yang masih bergeming didepan kasir.
**