Jumat, 04 Juli 2014

#25 A

"A". Fluff/Romance/AU. Teen. 908 words.

GOT7's Mark Tuan and OC.

Ini songfic dari lagu A hoho.

"Let's start talking."


**

Musim gugur dan secangkir cokelat panas adalah kombinasi yang sangat disukai oleh Mark. Untuk alasan tertentu, pria berambut kecokelatan itu hanya meminum cokelat panas disaat musim gugur saja -dan di kedai yang sama setiap tahunnya.
Seperti sekarang, ia dan secangkir cokelat panas nya. Di dalam kedai kecil yang berada di pinggiran kota Seoul. Aroma cokelat yang begitu pekat seakan memanjakan hidung Mark. Pria itu enggan untuk meminum cokelat nya sekarang. Satu kebiasaan lagi yang pria itu sukai; ia akan memesan secangkir cokelat panas untuk dinikmati aroma nya, dan beberapa saat kemudian ia memesan secangkir lagi untuk ia minum. Aneh, memang. Namun pada akhirnya ia akan meminum kedua nya.

Mark memandang lurus kearah jendela kedai tersebut. Matanya kini disuguhi oleh pemandangan yang terkesan sederhana namun cukup indah; sebuah taman yang di dominasi oleh warna merah kecokelatan. Langit senja yang berwarna jingga. Serta beberapa orang yang berjalan di taman tersebut cukup memanjakan mata Mark. Seperti lukisan berjalan, pikirnya. Satu lagi alasan mengapa ia tidak pernah bosan datang ke kedai ini.

Namun, jika boleh jujur, ada alasan lain kenapa ia sangat senang datang ke kedai ini. Selain aroma cokelat panas dan pemandangan yang memanjakannya, seorang gadis yang kini sedang duduk di pojok kedai juga tak luput dari perhatian Mark. Gadis itu memesan cokelat panas, sama sepertinya.
Tidak ada yang aneh ataupun istimewa dari gadis itu. Dengan wajah yang mungil, kulit putih, mata besar dan rambut hitam pekat, gadis itu sudah mencuri perhatian Mark.

Mark menundukkan kepalanya -mencoba terlihat tidak tertarik. Namun sesaat kemudian ia mendongakan kepalanya dan mendapati gadis itu sedang menatap kearahnya. Mark tersenyum kecil saat melihat gadis itu tampak kaget dan langsung mengalihkan pandangannya.
Satu hal lagi yang membuat Mark tertarik pada gadis itu; ia merasa jika gadis itu tertarik padanya.
Tidak. Mark bukan tipe pria yang mempunyai tingkat percaya diri berlebihan. Namun selama ini, firasatnya memang tidak pernah salah. Setiap kali ia datang ke kedai ini, ia pasti akan melihat gadis itu. Tidak jarang juga Mark mendapati gadis itu berjalan tepat di belakangnya saat ia sedang berjalan-jalan di sekitar taman yang berada di samping kedai tersebut.

Kebetulan? Tidak mungkin. Beberapa kali Mark melihat gadis itu sedang menatap kearahnya. Namun kemudian gadis itu akan memalingkan pandangannya dan seolah menjauhinya.
Jadi, apa firasatnya selama ini benar? Mark akan membuktikannya saat ini juga.
Kini pria itu sedang memainkan cangkir nya yang mulai dingin. Tidak seperti biasanya, sekarang ia sedikit enggan untuk memesan secangkir cokelat panas lagi untuk ia nikmati. Pikirannya kini dipenuhi oleh gadis itu. Bagaimana ia akan mendekatinya?
Berjalan kearahnya, mengatakan 'hello', berjabat tangan, lalu duduk dan mengobrol bersamanya. Terdengar mudah, namun rumit untuk dipikirkan apalagi di lakukan.
Mark menghela napasnya pelan, ia melirik lagi kearah gadis itu. Seperti biasa, gadis itu menatapnya dan langsung memalingkan wajahnya.

Sekarang, atau tidak selamanya. Mark, ayolah.

Mark mencoba menyemangati dirinya sendiri. Namun berbagai spekulasi buruk terus menghantui pikirannya. Bisa saja gadis itu menganggap Mark seorang laki-laki kurang ajar yang mencoba merayunya.
Mark menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak ingin itu terjadi. Namun ia juga tidak dapat menahan perasaannya lebih lama lagi.
"Oh, Tuhan. Aku harus apa?!" Mark mengerang pelan. Ia mengacak-ngacak rambutnya lalu kembali menarik napasnya secara perlahan. Mencoba terlihat setenang mungkin.

Tenang, Mark. Sapa dia. Ayo.

Entah mendapat keberanian dari mana, kini Mark sudah beranjak dari tempat duduknya. Ia memperhatikan pakaiannya lalu membenarkan rambutnya. Namun sesaat kemudian Mark terdiam. Sadar jika ia tampak bodoh dengan perlakuannya tadi.
Mark mulai melangkahkan kakinya menuju meja gadis tersebut. Dan kini ia sudah berada dihadapannya.

Gadis itu mendongakan kepalanya, menatap Mark dengan tatapan polosnya -perasaan Mark saja, atau memang ada semburat merah di kedua pipi gadis itu? Hoh. Mark tersenyum kaku kearahnya.

"Ei~ I'm Mark Tuan."

Mark dan senyuman bodohnya. Wajah polos gadis itu. Dilatari oleh suasana hening kedai bercat cokelat tua. Kaku sekali. Kini harga diri Mark seakan runtuh lalu berceceran dilantai. Dan diamnya gadis yang ia ajak berkenalan pun menambah keruh suasana. Mungkin kini harga diri Mark yang berceceran sudah hangus dan lenyap begitu saja.
Oh ayolah. Mark. Ayo.

"Hm, begini. Aku sering melihatmu sedang memperhatikanku. Bukankah sebaiknya kita berkenalan? Aku ingin tahu alasanmu," kau pasti menyukaiku. Mark menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Wajah gadis itu semakin memerah. Ia menundukkan kepalanya sembari memainkan ujung rok berwarna putih yang ia pakai. "K-kau tahu? Maafkan aku." ujar gadis itu pelan. Suaranya lembut, dan Mark serasa ingin terbang mendengarnya. Aku benar! Aku benar!

Mark menyeringai kecil. Ia duduk dihadapan gadis itu lalu menopang dagunya dengan tangan kirinya. Mata Mark menatap gadis itu intens. Dan mau tidak mau, gadis itu mendongakan kepalanya karena merasa sedikit risih dengan tatapan Mark.
"M-maafkan aku." ujarnya lagi.

"Kalau kata maaf memang berlaku, tidak akan ada hukum dan polisi." ucap Mark -mengutip dari salah satu drama yang pernah ia tonton. Sebenarnya, Mark ingin mengucapkan 'tidak apa-apa, karena toh aku juga memperhatikanmu. Mari berkenalan dan mengobrol karena aku tahu kau menyukaiku' namun tentu saja ia tidak ingin diludahi oleh gadis tersebut. Tidak sekarang. Lagipula, menggoda gadis itu tampak lebih menyenangkan daripada langsung berterus terang.

"...." gadis itu terdiam, ia menatap Mark dengan wajah polosnya (lagi) lalu menghela napasnya. "Baiklah. Apa maumu?" tanya gadis itu.

"Nama mu, nomor telepon mu, alamat rumah mu, umur mu, alasan kenapa kau memperhatikanku, dan ajakan untuk pulang bersama. Itu sudah cukup untukku. Bagaimana?" Mark mengedipkan sebelah matanya -entah darimana ia mendapatkan keberanian seperti itu. Gadis itu bergeming, namun sesaat kemudian senyuman kecil terukis di wajahnya. "Dengan senang hati,"

Mungkin mulai saat ini, Mark tidak akan menikmati cokelat panasnya sendirian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.