Rabu, 11 Juni 2014

#24



Stardust. Romance/fluff/AU. Teen. 1471 words.
Lunafly's Yun and OC.


All we need is love and you and I together now.


**



"Aku rasa kau tidak perlu sepanik itu,"


Aku menghembuskan napasku pelan, membenarkan bingkai kacamata yang kupakai lantas menoleh sekilas kearah seseorang yang masih setia berdiri didepan pintu kamar ku. Ia, Yun, melipat kedua tangannya didepan dada lalu tersenyum kecil kearahku –aku tahu ia mencoba untuk menghiburku, namun tampaknya sia-sia. Senyuman dan ucapannya yang biasanya dapat membuat masalah yang berada dipikiranku seakan menguap, kini seolah tidak berarti.
"Aku tahu olimpiade ini sangat penting untukmu. Ya faktanya satu sekolah bergantung padamu, kau tidak ingin membuat mereka kecewa, kan?" Yun memasang wajah polosnya. Aku menelan ludahku saat mendengar ucapannya. Itu benar. Andai saja laki-laki itu tahu jika ucapannya barusan sama sekali tak membantu dan malah membuatku semakin cemas.
"Hei hei kau sudah pintar, santai saja, bahkan aku rasa hanya dengan melihat soalnya saja kau akan langsung mengetahui jawabannya nanti."

"Kau kira fisika semudah itu?" tanyaku jengkel, aku kembali fokus pada kumpulan rumus sialan yang berada dihadapanku lalu mencoba mengingatnya satu persatu.
"Tidak sesulit mengambil hatimu, sebenarnya." Oh aku yakin Yun sedang tersenyum menyeramkan setelah mengucapkan kalimat tadi. Tidak, aku tidak boleh terganggu olehnya, anggap saja laki-laki itu adalah setan yang bahkan tidak nampak wujudnya. Aku menggelengkan kepalaku lalu mencoba kembali fokus.
"Hei ayo keluar. Diluar langit sangat cerah."

"Ini malam hari dan kau bilang cerah?"

"Ya! Banyak bintang diluar sana, indah sekali. Ya, meski tidak ada yang seindah kamu."

BUG!

Kali ini sebuah buku fisika tebal mendarat tepat di kepala Yun. Aku tersenyum senang mengetahui hasil lemparanku tepat pada sasaran. Yun meringis pelan sembari mengusap kepalanya –aku yakin akan ada sedikit benjolan disana. Ia menatapku dengan tatapan memelas layaknya seekor kucing yang baru saja terlindas mobil. "Kau jahat sekali.." ujarnya pelan sembari mengambil buku yang kugunakan tadi untuk melemparnya, Yun menghampiri meja belajarku lalu menaruh buku itu tepat dihadapanku.
"Jangan menggangguku." Ucapku sembari mendorong tubuhnya agar menjauh, namun ia tetap bergeming ditempat sembari menatapku dengan tatapan memelasnya –demi Tuhan, aku ingin sekali memukulnya.
"Tidak mau sebelum kau ikut aku keluar!" seru Yun, ia berjongkok disampingku sembari menaruh kepalanya diatas meja belajarku. "Ayolah, 15 menit saja." Pintanya.
"Tidak, kau cari gadis lain saja untuk diganggu. Hush hush." Aku mendorong kepalanya pelan. Seperti biasa, aku lupa jika pria menyebalkan ini lebih tua dariku. Yun tetap bergeming, ia menutup kedua matanya lalu menggelengkan kepalanya cepat layaknya anak kecil.
"Aku cuma mau kamu, tahu."

"Aku mual mendengarnya."

"Ayolah."

"Tidak."

"Ayolah~"

"No."

"Ikut keluar denganku atau kau ingin aku cium?" Yun membuka matanya, ia tersenyum jahil kearahku lantas mengedipkan sebelah matanya. Aku mendengus kesal lalu menggeser kursi ku agar dapat berhadapan dengannya. "Baiklah, 15 menit, kan?" tanyaku memastikan. Yun beranjak lantas mengangkat jari kelingkingnya.
"Aku janji ini akan menjadi 15 menit yang terindah dalam hidupmu!"

Dan kini, entah apa yang membuatku bisa berada diatas atap rumah Yun –rumah kami bersebelahan, dan sebagian atap rumah Yun memang sedikit lebih rendah dari balkon kamar ku yang berada dilantai dua. Dan entah sejak kapan laki-laki itu sudah membawa gitar kesayangannya. Kurasa ia benar-benar telah merencanakan ini; mengganggu waktu belajarku, mengajakku keatap rumahnya –aku takut ketinggian, ngomong-ngomong. Dan bahkan kini ia telah siap dengan gitar nya yang entah untuk apa. Hah.
"Aku menaruh gitar ini di balkon kamar mu, kau tidak menyadarinya?" tanya Yun seolah mengetahui apa yang aku pikirkan, tangann kanannya memegang tanganku erat, sedangkan tangan kirinya memegang gitar akustik berwarna cokelat tua miliknya. Yun memberikan isyarat padaku untuk duduk lalu tersenyum kearahku. "Kau tidak akan jatuh, tenang saja." Ujarnya.
"Terserah kau saja." Ucapku malas sembari duduk disamping Yun, aku mengangkat kedua lututku lalu memeluknya erat. Dingin sekali. Aku tidak sadar jika udara malam di musim panas seperti ini. Dan sialnya, kini aku hanya memakai piyama berwarna putih dengan gambar panda yang tidak terlalu tebal –berbanding terbalik dengan Yun yang memakai celana jeans gelap dan kaus berwarna abu-abu. Apa aku berharap Yun juga memakai piyama bermotif panda sepertiku? Tentu saja tidak.
"Kau kedinginan?" tanya Yun, aku menoleh sekilas kearahnya lantas menggelengkan kepalaku. Berbohong sedikit tidak apa-apa, kan, mungkin saja setelah ini Yun akan menyerahkan jaket nya untuk kupakai seperti apa yang sering kulihat dari drama sore yang sangat disukai oleh kakak ku. Namun sayangnya Yun tidak menggunakan jaket, apa mungkin ia akan membuka baju nya dan menyerahkannya padaku? Hoh. Kau gila.

"Oh kulitmu memang tebal, ya. Seperti badak."

Satu hal yang aku lupakan, pria disampingku ini terlampau bodoh dan menyebalkan. Seketika juga pikiran aneh ku tentang jaket tadi seolah menguap dan lenyap begitu saja. Aku mendengus kesal tanpa berniat sedikitpun untuk menoleh apalagi membalas ucapan Yun.
"Hei aku mengajakmu kesini bukan untuk berbicara sendiri," Yun mendorong pelan bahu ku. Awalnya hanya sekali, namun beberapa detik kemudian ia kembali mendorong bahu ku sembari bergumam tidak jelas.

"Ya, aku berbicara pada manusia, bukan patung."

"Nyonya Han Seung Yun~"

"Ah lebih baik aku berpacaran dengan gitar saja."

"Hei aku serius."

"Aku dengan gitar, kau dengan buku fisika sialanmu itu. Adil, kan?"

"Tapi aku lebih menyukaimu,"

Baik. Aku menyerah. Aku menoleh kearah Yun lalu menatapnya datar. "Apa?" tanyaku malas. Yun tersenyum senang lantas menarikku agar menyender pada pundaknya, dan sebelum aku memberikan protes ia sudah lebih dulu memainkan gitarnya.

Let's take a drive, i'll make you feel alive
all we need is love and you and i together now
just stand by me, take a look at the sky
I can show you what is written in your destiny
magical stardust always making me feel like
we're in heaven baby me and you tonight

Fly up high in the sky, oh with the beautiful stars
living in a movie now kissing under raindrops, wanna go
Let's see a whole brand new world, oh take my hand and you'll know
you're in this movie too

Yun menghentikan permainannya membuatku menoleh kearahnya, dan sialnya ia juga menoleh kearahku. "Apa?" tanyaku cepat –mencoba menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba saja menguasai diriku. Yun tersenyum kecil lalu menggeleng pelan.
"Sudah 15 menit. Pilih salah satu; aku melanjutkan lagunya atau kau kembali pada buku fisika mu?"

Oh, dia memang licik. Seharusnya ia tahu jika aku sangat menyukai suaranya. Tapi olimpiade sialan itu tinggal dua hari lagi, dan sialnya sekarang rumus-rumus yang sudah kuhafal mati-matian seolah menguap begitu saja dari kepalaku. Tololnya, kini aku menatap Yun sembari mengedipkan mataku beberapa kali layaknya orang bodoh. Astaga, bahkan tubuhku mengkhianati otakku sendiri.
"Diam artinya kau memilihku. Baiklah, kau memang sangat menyukaiku." Yun tertawa pelan, ia mencium hidungku sekilas lantas kembali memainkan gitarnya. Lalu aku? Tubuhku masih mengkhianati otakku –tetap bergeming dan malah menutup mataku, bahkan kini tanganku melingkar dipinggang Yun.


Romantic strolls
walking in fields of gold
there ain't nothing we can do that can't be done yeah
Lie next to me
take a look up above
let me show you everything you ever dreamed about
Magical stardust always making me feel like
we're in heaven baby me and you tonight yeah
Fly up high in the sky, oh with the beautiful stars
living in a movie now
kissing under raindrops, wanna go
Let's see a whole brand new world
oh take my hand and you'll know
you're in this movie too

Oh, i'll make you forget your troubles
they are all past anyd history
Don't worry now me and you'll keep dreaming


Yun kembali menghentikan permainannya, dan kini tangannya beralih memainkan rambutku. Aku tetap terdiam sembari menutup kedua mataku rapat. "Kau mengantuk?" tanya nya sembari mengelus kepala ku pelan.
Tidak.

"Hm." Gumamku pelan sembari membuka kedua mataku. "Suaramu bagus." Ujarku, aku menjauhkan tubuhku darinya lalu mendongakan kepalaku keatas. Yun benar, malam ini banyak sekali bintang. Pantas saja ia memaksaku untuk keluar.
"Kau beruntung bisa memiliki pria tampan dan bersuara indah sepertiku, eoh." Yun tertawa pelan, ia merangkulku lalu menaruh kepalanya di pundakku. "Kau tahu? Kantung mata mu bertambah parah, wajahmu pucat, dan yang terparah kau bahkan tidak menemuiku tiga hari terakhir ini. Aku merindukanmu, tahu. Sebenarnya kekasihmu itu aku atau buku-buku itu?" nada bicara Yun bahkan terdengar seperti anak kecil yang sedang merajuk. Aku menghela napasku pelan lalu tersenyum kecil tanpa berniat membalas ucapannya.
"Aku khawatir kau akan sakit." Tambahnya pelan. Aku menoleh kearahnya lalu mengacak-ngacak rambutnya.
"Terima kasih." Ujarku senang sembari kembali mengalihkan pandanganku ke langit. Yun mengangkat kepalanya lalu mendorong bahuku pelan. "Hanya itu?" tanya nya. Aku menoleh lagi kearah Yun dan mendapatinya sedang memasang ekspresi anak-kucing-yang-baru-saja-terlindas-mobil nya.
"Apa lagi?"

"Poppo~" Yun menunjuk bibirnya sembari menutup matanya. Aku tersenyum kecil lalu mendorong kepalanya pelan.
"Tidak mau."

"Ah ayolah."

"Tidak."

"Satu detik saja. Ya?"

"Tidak mau."

"Ah baiklah, kalau begitu aku yang akan memulainya." Yun tersenyum aneh lalu langsung memelukku dari samping. Ia menciumi pipi ku berkali-kali sembari mengeratkan pelukannya.
"Kau milikku. Hanya milikku. Milikku. Milikku." Ujarnya sembari terus menciumi pipi ku. Aku berusaha menjauhkan tubuhku darinya lalu dengan refleks menjambak rambutnya. Ia meringis pelan lantas menghentikan aktifitas nya, Yun mendengus kesal dan tiba-tiba saja ia tersenyum mengerikan.

"Hei, geli. Hentikan –ahahaha, Yun hentikan! Astaga. Kita bisa jatuh, Yun –ah ahahahaha hentikan!"



End.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.