Stardust.
Romance/fluff/AU. Teen. 1471 words.
Lunafly's
Yun and OC.
All
we need is love and you and I together now.
**
"Aku rasa kau tidak perlu sepanik itu,"
Aku menghembuskan napasku pelan, membenarkan bingkai
kacamata yang kupakai lantas menoleh sekilas kearah seseorang yang masih setia
berdiri didepan pintu kamar ku. Ia, Yun, melipat kedua tangannya didepan dada
lalu tersenyum kecil kearahku –aku tahu ia mencoba untuk menghiburku, namun
tampaknya sia-sia. Senyuman dan ucapannya yang biasanya dapat membuat masalah
yang berada dipikiranku seakan menguap, kini seolah tidak berarti.
"Aku tahu olimpiade ini sangat penting untukmu.
Ya faktanya satu sekolah bergantung padamu, kau tidak ingin membuat mereka
kecewa, kan?" Yun memasang wajah polosnya. Aku menelan ludahku saat
mendengar ucapannya. Itu benar. Andai saja laki-laki itu tahu jika ucapannya
barusan sama sekali tak membantu dan malah membuatku semakin cemas.
"Hei hei kau sudah pintar, santai saja, bahkan aku rasa hanya dengan melihat soalnya saja kau akan langsung mengetahui jawabannya nanti."
"Hei hei kau sudah pintar, santai saja, bahkan aku rasa hanya dengan melihat soalnya saja kau akan langsung mengetahui jawabannya nanti."
"Kau kira fisika semudah itu?" tanyaku
jengkel, aku kembali fokus pada kumpulan rumus sialan yang berada dihadapanku
lalu mencoba mengingatnya satu persatu.
"Tidak sesulit mengambil hatimu, sebenarnya."
Oh aku yakin Yun sedang tersenyum menyeramkan setelah mengucapkan kalimat tadi.
Tidak, aku tidak boleh terganggu olehnya, anggap saja laki-laki itu adalah
setan yang bahkan tidak nampak wujudnya. Aku menggelengkan kepalaku lalu
mencoba kembali fokus.
"Hei ayo keluar. Diluar langit sangat
cerah."
"Ini malam hari dan kau bilang cerah?"
"Ya! Banyak bintang diluar sana, indah sekali.
Ya, meski tidak ada yang seindah kamu."
BUG!
Kali ini sebuah buku fisika tebal mendarat tepat di
kepala Yun. Aku tersenyum senang mengetahui hasil lemparanku tepat pada
sasaran. Yun meringis pelan sembari mengusap kepalanya –aku yakin akan ada
sedikit benjolan disana. Ia menatapku dengan tatapan memelas layaknya seekor
kucing yang baru saja terlindas mobil. "Kau jahat sekali.." ujarnya
pelan sembari mengambil buku yang kugunakan tadi untuk melemparnya, Yun
menghampiri meja belajarku lalu menaruh buku itu tepat dihadapanku.
"Jangan menggangguku." Ucapku sembari
mendorong tubuhnya agar menjauh, namun ia tetap bergeming ditempat sembari
menatapku dengan tatapan memelasnya –demi Tuhan, aku ingin sekali memukulnya.
"Tidak mau sebelum kau ikut aku keluar!"
seru Yun, ia berjongkok disampingku sembari menaruh kepalanya diatas meja
belajarku. "Ayolah, 15 menit saja." Pintanya.
"Tidak, kau cari gadis lain saja untuk
diganggu. Hush hush." Aku mendorong kepalanya pelan. Seperti biasa, aku
lupa jika pria menyebalkan ini lebih tua dariku. Yun tetap bergeming, ia
menutup kedua matanya lalu menggelengkan kepalanya cepat layaknya anak kecil.
"Aku cuma mau kamu, tahu."
"Aku mual mendengarnya."
"Ayolah."
"Tidak."
"Ayolah~"
"No."
"Ikut keluar denganku atau kau ingin aku
cium?" Yun membuka matanya, ia tersenyum jahil kearahku lantas mengedipkan
sebelah matanya. Aku mendengus kesal lalu menggeser kursi ku agar dapat
berhadapan dengannya. "Baiklah, 15 menit, kan?" tanyaku memastikan.
Yun beranjak lantas mengangkat jari kelingkingnya.
"Aku janji ini akan menjadi 15 menit yang
terindah dalam hidupmu!"
Dan kini, entah apa yang membuatku bisa berada diatas
atap rumah Yun –rumah kami bersebelahan, dan sebagian atap rumah Yun memang
sedikit lebih rendah dari balkon kamar ku yang berada dilantai dua. Dan entah
sejak kapan laki-laki itu sudah membawa gitar kesayangannya. Kurasa ia
benar-benar telah merencanakan ini; mengganggu waktu belajarku, mengajakku
keatap rumahnya –aku takut ketinggian, ngomong-ngomong. Dan bahkan kini ia
telah siap dengan gitar nya yang entah untuk apa. Hah.
"Aku menaruh gitar ini di balkon kamar mu, kau
tidak menyadarinya?" tanya Yun seolah mengetahui apa yang aku pikirkan,
tangann kanannya memegang tanganku erat, sedangkan tangan kirinya memegang
gitar akustik berwarna cokelat tua miliknya. Yun memberikan isyarat padaku
untuk duduk lalu tersenyum kearahku. "Kau tidak akan jatuh, tenang
saja." Ujarnya.
"Terserah kau saja." Ucapku malas sembari
duduk disamping Yun, aku mengangkat kedua lututku lalu memeluknya erat. Dingin
sekali. Aku tidak sadar jika udara malam di musim panas seperti ini. Dan
sialnya, kini aku hanya memakai piyama berwarna putih dengan gambar panda yang
tidak terlalu tebal –berbanding terbalik dengan Yun yang memakai celana jeans
gelap dan kaus berwarna abu-abu. Apa aku berharap Yun juga memakai piyama
bermotif panda sepertiku? Tentu saja tidak.
"Kau kedinginan?" tanya Yun, aku menoleh
sekilas kearahnya lantas menggelengkan kepalaku. Berbohong sedikit tidak
apa-apa, kan, mungkin saja setelah ini Yun akan menyerahkan jaket nya untuk
kupakai seperti apa yang sering kulihat dari drama sore yang sangat disukai
oleh kakak ku. Namun sayangnya Yun tidak menggunakan jaket, apa mungkin ia akan
membuka baju nya dan menyerahkannya padaku? Hoh.
Kau gila.
"Oh kulitmu memang tebal, ya. Seperti
badak."
Satu hal yang aku lupakan, pria disampingku ini
terlampau bodoh dan menyebalkan. Seketika juga pikiran aneh ku tentang jaket
tadi seolah menguap dan lenyap begitu saja. Aku mendengus kesal tanpa berniat
sedikitpun untuk menoleh apalagi membalas ucapan Yun.
"Hei aku mengajakmu kesini bukan untuk berbicara sendiri," Yun mendorong pelan bahu ku. Awalnya hanya sekali, namun beberapa detik kemudian ia kembali mendorong bahu ku sembari bergumam tidak jelas.
"Hei aku mengajakmu kesini bukan untuk berbicara sendiri," Yun mendorong pelan bahu ku. Awalnya hanya sekali, namun beberapa detik kemudian ia kembali mendorong bahu ku sembari bergumam tidak jelas.
"Ya, aku berbicara pada manusia, bukan
patung."
"Nyonya Han Seung Yun~"
"Ah lebih baik aku berpacaran dengan gitar
saja."
"Hei aku serius."
"Aku dengan gitar, kau dengan buku fisika
sialanmu itu. Adil, kan?"
"Tapi aku lebih menyukaimu,"
Baik. Aku menyerah. Aku menoleh kearah Yun lalu
menatapnya datar. "Apa?" tanyaku malas. Yun tersenyum senang lantas
menarikku agar menyender pada pundaknya, dan sebelum aku memberikan protes ia
sudah lebih dulu memainkan gitarnya.
Let's
take a drive, i'll make you feel alive
all we need is love and you and i together now
just stand by me, take a look at the sky
I can show you what is written in your destiny
magical stardust always making me feel like
we're in heaven baby me and you tonight
all we need is love and you and i together now
just stand by me, take a look at the sky
I can show you what is written in your destiny
magical stardust always making me feel like
we're in heaven baby me and you tonight
Fly
up high in the sky, oh with the beautiful stars
living in a movie now kissing under raindrops, wanna go
living in a movie now kissing under raindrops, wanna go
Let's
see a whole brand new world, oh take my hand and you'll know
you're in this movie too
you're in this movie too
Yun menghentikan permainannya membuatku menoleh
kearahnya, dan sialnya ia juga menoleh kearahku. "Apa?" tanyaku cepat
–mencoba menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba saja menguasai diriku. Yun
tersenyum kecil lalu menggeleng pelan.
"Sudah 15 menit. Pilih salah satu; aku
melanjutkan lagunya atau kau kembali pada buku fisika mu?"
Oh, dia memang licik. Seharusnya ia tahu jika aku
sangat menyukai suaranya. Tapi olimpiade sialan itu tinggal dua hari lagi, dan
sialnya sekarang rumus-rumus yang sudah kuhafal mati-matian seolah menguap
begitu saja dari kepalaku. Tololnya, kini aku menatap Yun sembari mengedipkan
mataku beberapa kali layaknya orang bodoh. Astaga, bahkan tubuhku mengkhianati
otakku sendiri.
"Diam artinya kau memilihku. Baiklah, kau
memang sangat menyukaiku." Yun tertawa pelan, ia mencium hidungku sekilas
lantas kembali memainkan gitarnya. Lalu aku? Tubuhku masih mengkhianati otakku
–tetap bergeming dan malah menutup mataku, bahkan kini tanganku melingkar
dipinggang Yun.
Romantic
strolls
walking in fields of gold
there ain't nothing we can do that can't be done yeah
walking in fields of gold
there ain't nothing we can do that can't be done yeah
Lie
next to me
take a look up above
let me show you everything you ever dreamed about
take a look up above
let me show you everything you ever dreamed about
Magical
stardust always making me feel like
we're in heaven baby me and you tonight yeah
we're in heaven baby me and you tonight yeah
Fly
up high in the sky, oh with the beautiful stars
living in a movie now
kissing under raindrops, wanna go
living in a movie now
kissing under raindrops, wanna go
Let's
see a whole brand new world
oh take my hand and you'll know
you're in this movie too
oh take my hand and you'll know
you're in this movie too
Oh,
i'll make you forget your troubles
they are all past anyd history
they are all past anyd history
Don't
worry now me and you'll keep dreaming
Yun kembali menghentikan permainannya, dan kini
tangannya beralih memainkan rambutku. Aku tetap terdiam sembari menutup kedua
mataku rapat. "Kau mengantuk?" tanya nya sembari mengelus kepala ku
pelan.
Tidak.
"Hm." Gumamku pelan sembari membuka kedua
mataku. "Suaramu bagus." Ujarku, aku menjauhkan tubuhku darinya lalu
mendongakan kepalaku keatas. Yun benar, malam ini banyak sekali bintang. Pantas
saja ia memaksaku untuk keluar.
"Kau beruntung bisa memiliki pria tampan dan
bersuara indah sepertiku, eoh." Yun tertawa pelan, ia merangkulku lalu
menaruh kepalanya di pundakku. "Kau tahu? Kantung mata mu bertambah parah,
wajahmu pucat, dan yang terparah kau bahkan tidak menemuiku tiga hari terakhir
ini. Aku merindukanmu, tahu. Sebenarnya kekasihmu itu aku atau buku-buku
itu?" nada bicara Yun bahkan terdengar seperti anak kecil yang sedang
merajuk. Aku menghela napasku pelan lalu tersenyum kecil tanpa berniat membalas
ucapannya.
"Aku khawatir kau akan sakit." Tambahnya
pelan. Aku menoleh kearahnya lalu mengacak-ngacak rambutnya.
"Terima kasih." Ujarku senang sembari
kembali mengalihkan pandanganku ke langit. Yun mengangkat kepalanya lalu mendorong
bahuku pelan. "Hanya itu?" tanya nya. Aku menoleh lagi kearah Yun dan
mendapatinya sedang memasang ekspresi
anak-kucing-yang-baru-saja-terlindas-mobil nya.
"Apa lagi?"
"Poppo~" Yun menunjuk bibirnya sembari
menutup matanya. Aku tersenyum kecil lalu mendorong kepalanya pelan.
"Tidak mau."
"Ah ayolah."
"Tidak."
"Satu detik saja. Ya?"
"Tidak mau."
"Ah baiklah, kalau begitu aku yang akan
memulainya." Yun tersenyum aneh lalu langsung memelukku dari samping. Ia
menciumi pipi ku berkali-kali sembari mengeratkan pelukannya.
"Kau milikku. Hanya milikku. Milikku.
Milikku." Ujarnya sembari terus menciumi pipi ku. Aku berusaha menjauhkan
tubuhku darinya lalu dengan refleks menjambak rambutnya. Ia meringis pelan
lantas menghentikan aktifitas nya, Yun mendengus kesal dan tiba-tiba saja ia
tersenyum mengerikan.
"Hei, geli. Hentikan –ahahaha, Yun hentikan! Astaga. Kita bisa jatuh, Yun –ah ahahahaha hentikan!"
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.