Sabtu, 30 November 2013

#100FFproject #5 Desire

Dulu, saat aku masih berusia 7 tahun. Ibuku mengatakan bahwa cita-cita sangatlah penting. Setiap orang harus memiliki cita-cita, harus mempunyai mimpi. Agar mereka mempunyai tujuan hidup.
Lalu aku bertanya pada Ibu "Bagaimana jika cita-cita tersebut sudah tercapai?"

Ibu hanya tersenyum lantas menjawab.
"Pertahankan."

Kini usia ku 15 tahun dan impianku adalah menjadi seorang penulis terkenal. Seseorang pernah mengatakan bahwa jika sudah dewasa nanti, cita-cita tidak lagi penting. Kita harus bertahan hidup, katanya; percuma jika nanti kita kuliah sesuai dengan apa yang kita inginkan tapi kita tidak dapat menghasilkan uang. Kita harus mementingkan kebutuhan, bukan keinginan.
Jadi, kini uang lebih berarti daripada impian?

Lantas apa tujuan hidup kita?

Aku terdiam beberapa saat setelah menyelesaikan membaca tugas bahasa ku tersebut. Mrs.Grace memberikan tugas yang sangat klise pada ku dan teman-teman; tuliskan mimpi dan cita-cita kalian dan definisi impian bagi kalian.
Tampaknya jawabanku melenceng dari tugas. Peduli setan. Yang penting aku sudah mengerjakannya.

"Nona Shin." panggil Mrs.Grace, aku menoleh kearahnya lantas menaikan sebelah halisku. "Ya?"

"Duduklah. Selanjutnya, Jeon Jungkook."

Aku menghembuskan nafasku pelan lalu kembali ke tempat dudukku, tepat setelah aku duduk, seseorang langsung menepuk pundakku.

"Shin Na Hyun!" panggil orang itu -Youjung. Aku menoleh kearahnya lantas menaikan sebelah halisku.

"Hm?"

"Kau gila."

"Terima kasih." aku tersenyum. Youjung menggelengkan kepalanya lalu mengarahkan dagu nya kedepan. "Lihatlah!" ujarnya.

Aku mendesis pelan lalu menolehkan kepalaku kedepan. Kearah Jungkook yang kini sedang terdiam, namun beberapa saat kemudian ia tersenyum bodoh.

Oh. Perasaanku tidak enak.

"Aku tidak mempunyai cita-cita,"

Bahkan dia lebih gila dariku.

"Namun aku mempunyai sebuah impian," Jungkook tampak menghela nafasnya.
"Dan aku ingin impianku terwujud saat ini juga." tambahnya.

Sudah aku duga. Dia gila. Jeon Jeongguk menyebalkan, dan juga gila. Aku tidak menyukainya.

"Impianku adalah.." Jungkook menggantungkan kalimatnya.

".....Menjadikan Shin Na Hyun istriku kelak."

"....."

"Dan menjadikannya milikku saat ini juga."

Semuanya terdiam. Hingga beberapa saat kemudian terdengar suara ricuh dan teriakan para murid -serta suara pukulan penggaris milik Mrs.Grace pada papan tulis yang sangat nyaring.

"Tenang semuanya!" teriak guru berambut pirang tersebut. Ia melirik tajam kearahku lantas menjewer telinga kanan Jungkook.

"Tuan Jeon, menurutmu apa yang telah kau katakan? Kau menjadikan tugasku sebagai alat untuk menyatakan cinta? Cih."

"Tidak. Saya jujur, Mrs." Jungkook menyeringai, ia menoleh kearahku lalu tersenum kecil.

Idiot. Andai saja membunuh orang itu legal, mungkin aku sudah menguburnya hidup-hidup.

"Begitukah? Oh baiklah. Tuan Jeon Jeongguk, Nona Shin Na Hyun, pergi dan bersihkan ruang olahraga sekarang juga!"

Sialan.


**)

"Hei, kau marah?"

Aku menghembuskan nafasku pelan dan tetap fokus pada sapu yang kupegang tanpa mempedulikan ucapan Jungkook barusan. Dia sudah membuatku malu dan membuatku harus membersihkan ruangan olahraga yang besar ini, apa menurutnya aku tak marah? Bodoh.

"Aku jujur, Na Hyun. Kenapa kau selalu dingin padaku?"

"...."

"Oh ayolah. Aku mati-matian menahan malu hanya demi kau."

Aku juga malu, Jeon Jeongguk.

"Aku benar-benar menyukaimu."

"Aku membencimu."

"Kenapa?"

"Kau menyebalkan."

"Kau juga menyebalkan."

"Cih."

"Dan aku menyukainya." Jungkook kembali tersenyum, ia menghampiriku lalu langsung mengacak-ngacak rambutku begitu saja.

"Aku akan membuatmu menyukaiku, Jeon Na Hyun." ucapnya sembari terus mengacak-ngacak rambutku. Aku mendengus kesal lalu menendang kakinya.

"Bodoh! Jangan mengganti marga orang seenaknya!"

"Kenapa? Bukankah nanti marga mu memang akan berubah menjadi Jeon?" Jungkook tersenyum setan. Aku menahan nafas sesaat lalu mendorong kepalanya dengan cukup keras.

"Yak! Kau tidak boleh kasar pada calon suami mu sendiri!"

".....terserah." ujarku pasrah. Tidak ada gunanya berdebat dengan makhluk seperti Jungkook.

"Jadi kau menerimaku?"

"Teruslah bermimpi."

"Bukankah sudah kukatakan jika impianku adalah menjadikan kau istriku?"

"......"

Dan selanjutnya hanya terdengar suara lemparan dan teriakan Jungkook yang menggema.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.