Title:What my heart tells me to do.
Author:Hanbirochan.
Genre:Romance, AU.
Length:Chaptered.
Rate:T.
Cast:
Jung Dae Hyun.
A girl.
and other.
Author:Hanbirochan.
Genre:Romance, AU.
Length:Chaptered.
Rate:T.
Cast:
Jung Dae Hyun.
A girl.
and other.
Disclaimer: B.A.P member belongs to god, their
family, TS ent, and babyz. But this fanfiction, OC, plot punya saya~
btw gak yakin judul sama isi ff nya nyambung huahahaha.
Aku tahu ff ini gak bagus, but… plagiat? Jurang
menanti.
Happy read~ RCL juseyo.
“Sampai kapan kau akan terus seperti ini, Hyung?”
suara laki-laki yang berumur 3 tahun lebih muda dariku ini kembali memekakan
pendengaranku. Entah sudah berapa kali laki-laki ini mengutarakan pertanyaan
yang sama. Aku melirik sekilas kearahnya sembari tersenyum miring, menatapnya
dengan tatapan datar lalu kembali focus pada segelas coffe late dihadapanku yang mulai dingin karena sedari tadi aku
hanya menatap gelas tersebut tanpa menyentuhnya sedikitpun.
“Jangan menyiksa dirimu seperti ini, Hyung.” Kali
ini suara laki-laki itu terdengar lebih tegas. Aku kembali melirik kearahnya.
Sorot matanya menatapku dengan tatapan cemas, kesal dan marah, semuanya bercampur
jadi satu. Hanya sebuah senyuman kecil yang dapat aku jadikan balasan atas
tatapannya tersebut.
“Kau tidak mengerti, Junhong-ah.” Gumamku pelan,
laki-laki itu –Junhong- menghembuskan nafasnya kesal lalu menarik sebelah
halisnya keatas, menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan.
“You’re such a goofy person, hyung.” Geram Junhong, laki-laki berperawakan tubuh cukup tinggi itu mengepalkan tangannya. Aku terkekeh pelan lalu menatapnya dengan tatapan dingin.
“Just think your own problem.” Ucapku singkat dengan nada datar. Junhong mengeram pelan lalu menggebrak meja dihadapanku dengan cukup keras. Laki-laki itu mengambil mantel nya lalu meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Sedangkan aku hanya bisa memandangi punggung nya yang mulai menjauh dengan tatapan kosong.
“You’re such a goofy person, hyung.” Geram Junhong, laki-laki berperawakan tubuh cukup tinggi itu mengepalkan tangannya. Aku terkekeh pelan lalu menatapnya dengan tatapan dingin.
“Just think your own problem.” Ucapku singkat dengan nada datar. Junhong mengeram pelan lalu menggebrak meja dihadapanku dengan cukup keras. Laki-laki itu mengambil mantel nya lalu meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Sedangkan aku hanya bisa memandangi punggung nya yang mulai menjauh dengan tatapan kosong.
“Hahahaha,” aku tertawa kecil lalu kembali menatap gelas yang masih terisi penuh dihadapanku. Aku menundukan kepalaku lalu memukul meja didepanku dengan cukup keras, membuat semua orang yang berada di café ini melirik kearahku; menatapku dengan tatapan aneh. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet ku lalu menaruhnya diatas meja, mengambil mantel ku lalu berjalan keluar dari café tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang masih menatapku aneh.
******wmhtmtd***********
Aku membuka kedua mataku secara perlahan, sedikit menyipitkan mataku saat cahaya matahari menyelinap masuk kedalam celah-celah kamar ku. Aku mendudukan tubuhku sembari menyender pada ranjang ku, menggeliat pelan dan sedikit kaget saat menemukan Youngjae sedang membereskan buku-buku ku yang berserakan dilantai.
Aku terdiam beberapa saat, menatap Youngjae yang tampak masih sibuk dengan beberapa majalah dan buku-buku yang tanpak sangat berantakan.
“Kapan terakhir kali kau membereskan apartement mu ini, Daehyun-ah?” ucap Youngjae sembari menoleh kearahku. Aku menatapnya datar lalu mengangkat bahu ku pelan. Kapan terakhir kali aku membersihkan apartement ku? Entahlah, aku pun tak ingat.
Youngjae tampak menghembuskan nafasnya pelan lalu duduk disampingku.
“Kau tidak bisa seperti ini terus, Daehyun-ah,” Youngjae menatapku dengan tatapan khawatir. Cih, kenapa orang-orang senang sekali berkata seperti itu kepadaku?
“Bagaimana kau bisa masuk kesini?” tanyaku, tidak menghiraukan perkataan Youngjae barusan. Aku beranjak dari tempat tidurku lalu memperhatikan kamar ku yang tampak lebih bersih dari sebelumnya.
“Aku tahu password apartement-mu, dulu kau memberitahuku.” Jawab Youngjae. Aku mengangguk pelan lalu melirik kearahnya sekilas.
“Kau tidak perlu melakukan ini semua.” Ucapku datar.
Youngjae beranjak dari duduknya lalu menghampiriku.
“Tapi a-“
“Besok aku akan kembali ke Busan,” aku memotong ucapannya. Youngjae tampak terkaget lalu menatapku seolah mengatakan ‘kenapa?’. Aku tersenyum kecil.
“Tampaknya itu pilihan yang tepat, Youngjae-ah. Kenangan sialan itu akan terus menghantui pikiranku jika aku tetap berada ditempat yang sama.” Ujarku.
“Tapi a-“
“Besok aku akan kembali ke Busan,” aku memotong ucapannya. Youngjae tampak terkaget lalu menatapku seolah mengatakan ‘kenapa?’. Aku tersenyum kecil.
“Tampaknya itu pilihan yang tepat, Youngjae-ah. Kenangan sialan itu akan terus menghantui pikiranku jika aku tetap berada ditempat yang sama.” Ujarku.
“Gara-gara gadis itu? Kau bodoh, Daehyun-ah. Kau
masih punya kehidupan di Seoul, kau masih mempunyaiku, Junhong, Jongup, Yongguk
dan Himchan hyung.” Ucap Youngjae. Nada bicaranya sedikit meninggi. Laki-laki
itu membalikan badanku untuk berhadapan dengannya lalu menatapku dengan tatapan
yang tidak dapat kuartikan.
“Kau menganggap kami apa hah? Apa kau tega meninggalkan kami berlima?” bentak Youngjae, suaranya tampak bergetar. Youngjae memegang kedua pundakku lalu mencengkramnya kuat. Laki-laki yang hanya lebih muda beberapa bulan dariku ini menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan. Tampak marah, kecewa, dan sedih, kurasa.
“Kau menganggap kami apa hah? Apa kau tega meninggalkan kami berlima?” bentak Youngjae, suaranya tampak bergetar. Youngjae memegang kedua pundakku lalu mencengkramnya kuat. Laki-laki yang hanya lebih muda beberapa bulan dariku ini menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan. Tampak marah, kecewa, dan sedih, kurasa.
Aku terdiam beberapa saat sembari menundukan
kepalaku dalam, tidak berani menatap Youngjae yang masih menatapku seolah aku
adalah seorang penjahat.
“Hargai keputusanku,” ucapku pada akhirnya. Aku mendongakan kepalaku lalu menyingkirkan tangan Youngjae dari pundakku, aku menatapnya dingin lalu membalikan tubuhku.
“Pergilah.” Entah apa yang membuatku mengucapkan itu. Otak dan hatiku seolah tak dapat bekerja sama.
“Hargai keputusanku,” ucapku pada akhirnya. Aku mendongakan kepalaku lalu menyingkirkan tangan Youngjae dari pundakku, aku menatapnya dingin lalu membalikan tubuhku.
“Pergilah.” Entah apa yang membuatku mengucapkan itu. Otak dan hatiku seolah tak dapat bekerja sama.
“Kau gila, anggap kita tidak pernah bertemu
sebelumnya.” Ucapan Youngjae entah mengapa terdengar sangat menyakitkan bagiku.
Aku terdiam beberapa saat, semua organ tubuhku seolah tak dapat bekerja dengan
semestinya. Hingga akhirnya terdengar suara gebrakan pintu yang cukup keras.
“Mianhae, Youngjae-ah.”
************wmhtmtd******************
Sore ini, aku memutuskan untuk jalan-jalan ke taman
didekat apartement ku. Hari terakhir ku di Seoul, berjalan-jalan sebentar dan
‘mendinginkan’ pikiranku sebelum aku kembali ke Busan tampaknya bukan ide yang
buruk. Kepalaku serasa akan pecah.
Aku duduk disebuah kursi taman berwarna cokelat tua
yang mulai sedikit berkarat. Aku mengedarkan pandanganku, memperhatikan
beberapa orang yang tampak berlalu lalang, serta memperhatikan beberapa daun
yang mulai gugur dari pohonnya. Pemandangan yang indah, seharusnya aku membawa
kamera ku tadi.
Aku memejamkan mataku perlahan hingga tiba-tiba aku
merasakan ada sesuatu yang jatuh tepat dihadapanku. Aku membuka mataku dan
menemukan seorang gadis dengan seragam sekolah sedang tersungkur dihadapanku.
Gadis itu beranjak lalu membereskan pakaian nya yang tampak kotor, sedangkan aku hanya bisa menatapnya datar. Tampaknya gadis itu tidak menyadari jika sedari tadi aku memperhatikannya.
“Ehem,” gadis itu menoleh padaku lalu tampak tersenyum kikuk. Aku tersenyum kecil lalu memperhatikan penampilannya. Ah, masih SMA. Tampaknya gadis ini seumuran dengan Junhong.
“A-aku minta maaf.” Ucap gadis itu sembari membungkukan badannya.
“Mianhaeyo, jeongmal mianhae. Aku tidak sengaja.” Tambah gadis itu sembari membungkukan badannya berkali-berkali. Aku terkekeh pelan melihat tingkahnya lalu dengan reflex mengacak-ngacak rambutnya pelan.
“Ne, gwaenchanha. Lain kali hati-hati, Choi Na Ra? Nama yang bagus.” Ucapku. Gadis itu tampak terdiam sembari menatapku bingung. Aku tersenyum kecil lalu menunjuk nametag yang dia pakai.
Gadis itu ber-oh ria lalu tampak mengedarkan pandangannya, aku menatapnya bingung.
“Jika boleh aku tahu, kenapa kau bisa terjatuh tadi?” tanyaku, Nara menoleh padaku lalu kembali tersenyum kikuk.
“Ah, itu, um. Tadi aku dikejar-kejar oleh seseorang hehe,” jawab Nara. Aku menganggukan kepalaku paham.
Gadis itu beranjak lalu membereskan pakaian nya yang tampak kotor, sedangkan aku hanya bisa menatapnya datar. Tampaknya gadis itu tidak menyadari jika sedari tadi aku memperhatikannya.
“Ehem,” gadis itu menoleh padaku lalu tampak tersenyum kikuk. Aku tersenyum kecil lalu memperhatikan penampilannya. Ah, masih SMA. Tampaknya gadis ini seumuran dengan Junhong.
“A-aku minta maaf.” Ucap gadis itu sembari membungkukan badannya.
“Mianhaeyo, jeongmal mianhae. Aku tidak sengaja.” Tambah gadis itu sembari membungkukan badannya berkali-berkali. Aku terkekeh pelan melihat tingkahnya lalu dengan reflex mengacak-ngacak rambutnya pelan.
“Ne, gwaenchanha. Lain kali hati-hati, Choi Na Ra? Nama yang bagus.” Ucapku. Gadis itu tampak terdiam sembari menatapku bingung. Aku tersenyum kecil lalu menunjuk nametag yang dia pakai.
Gadis itu ber-oh ria lalu tampak mengedarkan pandangannya, aku menatapnya bingung.
“Jika boleh aku tahu, kenapa kau bisa terjatuh tadi?” tanyaku, Nara menoleh padaku lalu kembali tersenyum kikuk.
“Ah, itu, um. Tadi aku dikejar-kejar oleh seseorang hehe,” jawab Nara. Aku menganggukan kepalaku paham.
“Ah, tampaknya aku harus pergi. Annyeong,” Nara
membungkukan badannya lalu berlari begitu saja. Aku menatapnya bingung lalu
tersenyum kecil.
Tbc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.