Title:Never ending story.
Author:Hanbirochan & dayenandira.
Genre:Romance,AU,A little bit family and school life.
Length:Oneshot.
Rate:PG13.
Cast:
Park Rae Hyun.
All of BTS Member.
Park Sung Yeon.
Byun Baek Hyun.
Author:Hanbirochan & dayenandira.
Genre:Romance,AU,A little bit family and school life.
Length:Oneshot.
Rate:PG13.
Cast:
Park Rae Hyun.
All of BTS Member.
Park Sung Yeon.
Byun Baek Hyun.
and other.
Hallo~
Kali ini aku nyoba bikin ff duet nih kekekeke. aku duet sama dayenandira jadi kalau ff ini agak aneh /? maklumi aja.
Park Rae Hyun & Park Sung Yeon hasil imajinasi aku dan dia, semua cast milik tuhan, plot dan ff punya kita dan jujur aja, ff ini terinspirasi dari banyak hal.
Kali ini aku nyoba bikin ff duet nih kekekeke. aku duet sama dayenandira jadi kalau ff ini agak aneh /? maklumi aja.
Park Rae Hyun & Park Sung Yeon hasil imajinasi aku dan dia, semua cast milik tuhan, plot dan ff punya kita dan jujur aja, ff ini terinspirasi dari banyak hal.
N/B:Sebelum/sesudah baca ff ini
jangan lupa baca yang EXO ver disini
happy read.
Plagiat?
Die.
Nu'est- sandy
Matahari bersinar dengan cerahnya,
menyinarkan bumi dan memberikan kehangatan di pagi hari. Mengingat suhu di
seoul sangat dingin. Park sung yeon atau biasa di panggil yeon menggeliat pelan
dalam tidurnya. Ia membuka matanya perlahan-lahan dan sedikit menyipitkan
matanya saat sinar matahari mulai memasuki indra penglihatannya. Dilirik jam
yang berada di samping nakas dekat ranjangnya, matanya membulat sempurna
melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 06.30, ia segera melompat dari tempat
tidur dan berjalan keluar kamar menuju, kamar adiknya yang berada di samping
kamarnya.
“rae irreona!!! “ teriak yeon
dengan suara yang melingking. Karna tidak mendapat jawaban, sung yeon langsung
membuka pintu kamar adiknya.
“RAE IRREONA!!! KAU MAU DI
HUKUM MEMBERSIHKAN TOILET KARNA TERLAMBAT HAH?! IRREONA!!!!” sung yeon
terus berusaha membangunkan adiknya yang bisa dibilang ‘ tukang tidur’ . rae
membuka matanya perlahan dan melihat jam yang berada di dinding. Matanya
membulat sempurna “OMONA!!! AKU BISA TELAT” ucap rae lalu melompat dari
tempat tidur dan mengambil handuk yang berada di samping pintu kamar mandinya.
“eonnie siapkan sarapan
untukku, palli!!” teriak rae dari dalam kamar mandi. Sung yeon yang
mengerti atas perintah adiknya segera berjalan keluar dari kamar rae dan menuju
dapur yang berada di lantai bawah.
“dasar rae, sudah dua kali ia
terlambat ke sekolah. Kalau eomma tahu bisa-bisa ia di pindahkan di
asrama. Ckck” gumam sung yeon sambil mengoleskan dua potong roti dengan selai
coklat. Setelah selesai membuat segelas susu dan dua potong roti untuk rae
sarapan, Sung yeon berjalan menuju kamar adiknya yang berada di lantai atas.
“rae sudah selesai? Sarapan nya
sudah siap” teriak sung yeon dari luar pintu kamar rae hyun.
“ne eonnie, sebentar aku
sedang merapihkan rambutku” teriak rae dari dalam kamar.
Sungyeon berjalan meninggalkan kamar
rae dan menunggu rae di ruang makan.
“eonnie!!! Kenapa eonnie
telat membangunkan ku?” ucap rae hyun yang ternyata sudah duduk dengan
manisnya sambil mengahbiskan sarapannya.
“kenapa kau malah menyalahkan ku?
kau sudah besar rae harusnya kau bisa mandiri”
“kan kemarin aku sudah bilang sama eonnie
agar membangunkan aku pagi-pagi.”
“tapi kan kau bisa memasang alarm?
Apa gunanya ponsel mahal mu itu hah?!” Tanya sungyeon yang mulai naik darah
karna kelakuan adiknya yang terus menyalahkan dirinya.
“eonnie tahu kan aku tidak
akan bisa bangun jika hanya mendengar suara alarm”
“makanya kau segera ke dokter THT”
“yak! Eonnie pikir aku
tuli?!”
“memang iya”
“yak!”
“apa?! “
“ish!”
“cepat habiskan sarapanmu, sebelum
gerbang sekolah mu tertutup dengan cantiknya.”
“aku sudah selesai. Aku berangkat
dulu ne. bye nappeun eonnie” ucap rae sambil menjulurkan lidahnya lalu
berlari sebelum eonnienya menangkapnya dan menerkam nya.
Rae membanting pintu rumahnya dengan
cukup keras, gadis itu melangkahkan kaki nya dengan malas sembari sesekali
menghentakkannya ke aspal dan menggerutu pelan. Baiklah, mungkin ini bukan
sepenuhnya salah Yeon, tapi setidaknya kakak nya itu harus mengalah, bukan?
Bukan salah Rae jika dia bangun siang, mengingat tadi malam dia hampir begadang karena mengerjakan tugas dari Choi songsaengnim. Ah, guru tua dengan kumis hitam tebal itu sangat suka menyiksa murid nya.
Tampaknya kedua orang tua mereka melakukan kesalahan yang cukup fatal; pergi keluar negeri dan membiarkan kedua anak gadis mereka tinggal satu rumah tanpa pengawasan dari mereka. Mengingat kedua saudara ini selalu mempersalahkan dan bertengkar karena hal kecil. Bisa saja sepulang orang tua mereka rumah keluarga Park sudah rata dengan tanah.
Bukan salah Rae jika dia bangun siang, mengingat tadi malam dia hampir begadang karena mengerjakan tugas dari Choi songsaengnim. Ah, guru tua dengan kumis hitam tebal itu sangat suka menyiksa murid nya.
Tampaknya kedua orang tua mereka melakukan kesalahan yang cukup fatal; pergi keluar negeri dan membiarkan kedua anak gadis mereka tinggal satu rumah tanpa pengawasan dari mereka. Mengingat kedua saudara ini selalu mempersalahkan dan bertengkar karena hal kecil. Bisa saja sepulang orang tua mereka rumah keluarga Park sudah rata dengan tanah.
“Rae-ah.” Rae menolehkan kepalanya
saat mendengar seseorang memanggilnya. Gadis itu memutuskan untuk berjalan kaki
menuju halte bus yang jaraknya sekitar 700 meter dari rumahnya, dia masih SMA
dan tidak mempunyai surat ijin mengemudi, selain itu kakaknya tidak
memperbolehkannya mengendarai mobil sendiri.
“Jin oppa,” ucap Rae sembari tersenyum kecil saat melihat sosok namja bertubuh cukup tinggi sedang mengayuh sepeda nya kearah Rae. Namja itu –Jin- ikut tersenyum, dia menghentikan sepeda nya tepat di samping Rae.
“Yeon mana? Dia tidak mengantarmu?” Tanya Jin. Rae menggeleng, seketika juga ingatannya tentang kejadian beberapa menit yang lalu kembali berputar diotaknya. Menyebalkan. Tapi gadis itu menyayangi kakaknya tersebut. “Dia dirumah,” jawab Rae singkat, Jin mengangguk.
“Mana mobil oppa?” Tanya Rae saat menyadari jika Jin tidak mengendarai mobil berwarna hitam kesayangannya, melainkan mengendarai sebuah sepeda. Jin menggeleng lalu tersenyum kecil.
“Mengirit bahan bakar, lagipula kampus ku hanya berjarak 3km dari sini.” Jawab Jin. Rae mengangguk paham.
“Naiklah,” ucap Jin, Rae mengangkat sebelah halisnya lalu menatap Jin seolah berkata ‘naik-sepeda-ini?’
“Sekarang sudah pukul 6.45, kau akan terlambat jika berjalan kaki.” Ucap Jin. Rae tampak berfikir sejenak, lalu beberapa saat kemudian gadis itu mengangguk.
“Baiklah! Hati-hati ne.” Rae naik keatas sepedah Jin lalu memegang pundak Jin dengan cukup erat. Jin tersenyum kecil lalu menarik tangan Rae kebawah hingga kedua tangannya melingkar sempurna dipinggang Jin.
“Pegangan yang kuat.”
“Jin oppa,” ucap Rae sembari tersenyum kecil saat melihat sosok namja bertubuh cukup tinggi sedang mengayuh sepeda nya kearah Rae. Namja itu –Jin- ikut tersenyum, dia menghentikan sepeda nya tepat di samping Rae.
“Yeon mana? Dia tidak mengantarmu?” Tanya Jin. Rae menggeleng, seketika juga ingatannya tentang kejadian beberapa menit yang lalu kembali berputar diotaknya. Menyebalkan. Tapi gadis itu menyayangi kakaknya tersebut. “Dia dirumah,” jawab Rae singkat, Jin mengangguk.
“Mana mobil oppa?” Tanya Rae saat menyadari jika Jin tidak mengendarai mobil berwarna hitam kesayangannya, melainkan mengendarai sebuah sepeda. Jin menggeleng lalu tersenyum kecil.
“Mengirit bahan bakar, lagipula kampus ku hanya berjarak 3km dari sini.” Jawab Jin. Rae mengangguk paham.
“Naiklah,” ucap Jin, Rae mengangkat sebelah halisnya lalu menatap Jin seolah berkata ‘naik-sepeda-ini?’
“Sekarang sudah pukul 6.45, kau akan terlambat jika berjalan kaki.” Ucap Jin. Rae tampak berfikir sejenak, lalu beberapa saat kemudian gadis itu mengangguk.
“Baiklah! Hati-hati ne.” Rae naik keatas sepedah Jin lalu memegang pundak Jin dengan cukup erat. Jin tersenyum kecil lalu menarik tangan Rae kebawah hingga kedua tangannya melingkar sempurna dipinggang Jin.
“Pegangan yang kuat.”
“Sudah sampai!” seru Jin sembari
menghentikan sepedahnya tepat didepan gerbang sekolah Rae. Terlihat beberapa
murid ber seragam serupa dengan Rae sedang berlari menuju gerbang, beberapa
dari mereka ada yang tampak santai. Rae turun dari sepeda Jin lalu
membungkukkan badannya.
“Gomawo, untung kampus mu dan sekolah ku satu arah hehe.” Rae terkekeh pelan. Jin tersenyum kecil lalu mengacak-ngacak rambut Rae dengan cukup keras, dan perlakuannya itu berhasil membuat Rae menggerutu pelan karena rambutnya yang tadi pagi sudah susah payah ia tata menjadi berantakan hanya dalam itungan detik.
“Ya!” Rae menepis tangan Jin lalu balas mengacak-ngacak rambut Jin dengan kedua tangannya. Bukan, tampaknya Rae tidak mengacak-ngacaknya, melainkan menjambaknya. Jin meringis kecil lalu mencoba menghindar dari Rae. “Ya! Ya! Nanti ketampananku hilang!” Jin mencoba menghalau tangan Rae. Akhirnya Rae menghentikan aktifitas nya, gadis itu membereskan rambutnya dengan jarinya lalu tersenyum innocent kearah Jin.
“Kau tetap tampan kok, kkkk.” Rae tersenyum kecil, sedangkan Jin hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.
“Aku selalu tampan.” Ucap Jin sembari membereskan rambutnya yang tampak sangat berantakan. Rae terkekeh pelan lalu mencubit pipi laki-laki yang lebih tua 4 tahun darinya tersebut.
“Dan kau cantik, bukankah kita cocok, eoh?” Jin terkekeh pelan. Rae mendengus kecil lalu mendorong kepala Jin dengan cukup keras. “Sudah bisa menggoda ku, eoh?” Rae ikut terkekeh pelan. Jin tersenyum kecil lalu membereskan rambut Rae yang tampak masih berantakan.
“Jaga dirimu, ne? Jika ada yang macam-macam padamu, laporkan saja padaku.” Ucap Jin sembari tetap focus pada rambut Rae.
Rae tersenyum merendahkan, “Urus saja Disney princess mu itu, tidak usah menjagaku, eoh. Aku bisa menjaga diriku sendiri.” Cibir Rae.
Jin menghembuskan nafasnya pelan lalu mencubit kedua pipi Rae dengan gemas. “Aku lebih menyukaimu daripada mereka.” ucap Jin. Rae terdiam beberapa saat, membuat Jin gemas dan tidak tahan untuk kembali mencubit kedua pipi chubby Rae.
“Masuklah, kau bisa terlambat.” Jin tersenyum kecil, Rae mengangguk.
“Aku masuk dulu. Annyeong Jinnie oppa.” Rae melambaikan tangannya kearah Jin sembari berlari kecil menuju gerbang. Jin membalas lambaian tangan Rae lalu tersenyum kecil. Dari jauh, dia melihat seorang laki-laki yang terlihat tidak lebih pendek dari Jin menghampiri Rae lalu langsung merangkulnya begitu saja. Jin tersenyum simpul lalu kembali mengayuh sepeda nya.
“Gomawo, untung kampus mu dan sekolah ku satu arah hehe.” Rae terkekeh pelan. Jin tersenyum kecil lalu mengacak-ngacak rambut Rae dengan cukup keras, dan perlakuannya itu berhasil membuat Rae menggerutu pelan karena rambutnya yang tadi pagi sudah susah payah ia tata menjadi berantakan hanya dalam itungan detik.
“Ya!” Rae menepis tangan Jin lalu balas mengacak-ngacak rambut Jin dengan kedua tangannya. Bukan, tampaknya Rae tidak mengacak-ngacaknya, melainkan menjambaknya. Jin meringis kecil lalu mencoba menghindar dari Rae. “Ya! Ya! Nanti ketampananku hilang!” Jin mencoba menghalau tangan Rae. Akhirnya Rae menghentikan aktifitas nya, gadis itu membereskan rambutnya dengan jarinya lalu tersenyum innocent kearah Jin.
“Kau tetap tampan kok, kkkk.” Rae tersenyum kecil, sedangkan Jin hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.
“Aku selalu tampan.” Ucap Jin sembari membereskan rambutnya yang tampak sangat berantakan. Rae terkekeh pelan lalu mencubit pipi laki-laki yang lebih tua 4 tahun darinya tersebut.
“Dan kau cantik, bukankah kita cocok, eoh?” Jin terkekeh pelan. Rae mendengus kecil lalu mendorong kepala Jin dengan cukup keras. “Sudah bisa menggoda ku, eoh?” Rae ikut terkekeh pelan. Jin tersenyum kecil lalu membereskan rambut Rae yang tampak masih berantakan.
“Jaga dirimu, ne? Jika ada yang macam-macam padamu, laporkan saja padaku.” Ucap Jin sembari tetap focus pada rambut Rae.
Rae tersenyum merendahkan, “Urus saja Disney princess mu itu, tidak usah menjagaku, eoh. Aku bisa menjaga diriku sendiri.” Cibir Rae.
Jin menghembuskan nafasnya pelan lalu mencubit kedua pipi Rae dengan gemas. “Aku lebih menyukaimu daripada mereka.” ucap Jin. Rae terdiam beberapa saat, membuat Jin gemas dan tidak tahan untuk kembali mencubit kedua pipi chubby Rae.
“Masuklah, kau bisa terlambat.” Jin tersenyum kecil, Rae mengangguk.
“Aku masuk dulu. Annyeong Jinnie oppa.” Rae melambaikan tangannya kearah Jin sembari berlari kecil menuju gerbang. Jin membalas lambaian tangan Rae lalu tersenyum kecil. Dari jauh, dia melihat seorang laki-laki yang terlihat tidak lebih pendek dari Jin menghampiri Rae lalu langsung merangkulnya begitu saja. Jin tersenyum simpul lalu kembali mengayuh sepeda nya.
**
“Rae-ah!” teriak Taehyung sembari
berlari dan langsung ‘menabrak’ tubuh Rae dengan cukup keras, untung saja Rae
cukup kuat hingga dia bisa menahan tubuhnya agar tidak terjengkal kedepan. Jika
tidak, mungkin aspal akan menjadi tambahan menu sarapan Rae dan Taehyung pagi
ini.
Rae menghembuskan nafasnya pelan lalu menoleh kearah Taehyung yang menatapnya dengan wajah innocent sembari merangkulnya, laki-laki itu tersenyum kecil sembari menarik –menyeret, tepatnya- Rae ke kelasnya. “Kita hampir terlambat, cepatlah.”
Rae menghembuskan nafasnya pelan lalu menoleh kearah Taehyung yang menatapnya dengan wajah innocent sembari merangkulnya, laki-laki itu tersenyum kecil sembari menarik –menyeret, tepatnya- Rae ke kelasnya. “Kita hampir terlambat, cepatlah.”
Dan benar saja, saat Rae dan
Taehyung memasuki kelas, bel sudah berbunyi dengan sangat nyaring. Bersyukurlah
karena tadi Taehyung menyeret Rae, jika tidak, mungkin guru yang melihat mereka
masih berada dilorong sekolah akan menanyai mereka dengan begitu banyak
pertanyaan membosankan, seperti; ‘Apa yang kalian lakukan disini?’’Kenapa belum
masuk kelas?’’Kalian terlambat hah?’. Tsk. Para guru itu pernah menjalani masa
sekolah seperti mereka, bukan? Harusnya guru-guru tersebut tahu bagaimana
susahnya harus bangun pagi, ditambah tadi malam Rae dan Taehyung harus
mengerjakan tugas sialan sampai tengah malam.
Saat memasuki kelas, Taehyung dan Rae sudah disambut dengan suara ricuh para murid yang tampak tidak menyadari jika bel sudah berbunyi. Rae melepaskan tangan Taehyung yang sedari tadi terus merangkulnya lalu berjalan kearah tempat duduknya dengan malas.
Baris pertama, paling belakang, dekat jendela yang mengarah langsung kearah taman sekolah, tempat yang cukup nyaman, bukan? Ya, apalagi di jam pelajaran membosankan seperti; Sejarah. Tempat yang sangat nyaman untuk sekedar memejamkan mata dan bergelut dengan dunia mimpi untuk beberapa saat. Rae duduk ditempat duduk nya tersebut lalu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas nya.
Saat memasuki kelas, Taehyung dan Rae sudah disambut dengan suara ricuh para murid yang tampak tidak menyadari jika bel sudah berbunyi. Rae melepaskan tangan Taehyung yang sedari tadi terus merangkulnya lalu berjalan kearah tempat duduknya dengan malas.
Baris pertama, paling belakang, dekat jendela yang mengarah langsung kearah taman sekolah, tempat yang cukup nyaman, bukan? Ya, apalagi di jam pelajaran membosankan seperti; Sejarah. Tempat yang sangat nyaman untuk sekedar memejamkan mata dan bergelut dengan dunia mimpi untuk beberapa saat. Rae duduk ditempat duduk nya tersebut lalu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas nya.
Buku catatan matematika ku kemana?
Batin Rae. Gadis itu mengeluarkan
semua buku yang berada di tas nya, membuat meja nya yang tadi tampak rapih
sekarang menjadi sangat berantakan.
“Pasti aku lupa memasukannya tadi. Aish, eottokhae.” Gumam Rae. Tadi malam dia sudah mati-matian mengerjakan tugas tersebut sampai tengah malam, dan sekarang dengan sangat menyedihkan gadis itu lupa membawa buku nya tersebut. Dan ya, gara-gara dia bangun kesiangan tadi dia jadi lupa membawa buku nya tersebut. Oh shit.
“Ada apa?” Tanya Taehyung sembari duduk di tempat duduknya –tepat didepan tempat duduk Rae-.
“Aku lupa membawa buku matematika ku, padahal aku sudah mengerjakan tugas dari Choi songsaengnim tadi malam.” Lirih Rae dengan wajah lemas. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi guru berkumis tebal itu saat memarahinya lalu menghukumnya. Ditambah pelajaran Choi songsaengnim ada di jam pertama. Ah, sial.
Taehyung tampak berfikir sejenak, beberapa saat kemudian dia hendak mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas –hendak menyuruh Rae untuk menyalin tugas yang sudah dia buat-, namun suara berat milik Choi songsaengnim memekakan telinga nya. Membuat kelas yang tadinya berisik menjadi tenang seketika.
“Pasti aku lupa memasukannya tadi. Aish, eottokhae.” Gumam Rae. Tadi malam dia sudah mati-matian mengerjakan tugas tersebut sampai tengah malam, dan sekarang dengan sangat menyedihkan gadis itu lupa membawa buku nya tersebut. Dan ya, gara-gara dia bangun kesiangan tadi dia jadi lupa membawa buku nya tersebut. Oh shit.
“Ada apa?” Tanya Taehyung sembari duduk di tempat duduknya –tepat didepan tempat duduk Rae-.
“Aku lupa membawa buku matematika ku, padahal aku sudah mengerjakan tugas dari Choi songsaengnim tadi malam.” Lirih Rae dengan wajah lemas. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi guru berkumis tebal itu saat memarahinya lalu menghukumnya. Ditambah pelajaran Choi songsaengnim ada di jam pertama. Ah, sial.
Taehyung tampak berfikir sejenak, beberapa saat kemudian dia hendak mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas –hendak menyuruh Rae untuk menyalin tugas yang sudah dia buat-, namun suara berat milik Choi songsaengnim memekakan telinga nya. Membuat kelas yang tadinya berisik menjadi tenang seketika.
“Tenang anak-anak!” teriak Choi
songsaengnim dengan tatapan horror nya. Semua murid terdiam, termasuk Rae.
Gadis itu masih bergelut dengan pikirannya, dia belum siap menerima hukuman.
Tidak, dia tidak bisa membayangkan dia harus membersihkan WC sekolah, menge-cat
lorong sekolah, atau menyapu seluruh halaman sekolah seorang diri.
“Sekarang keluarkan tugas kalian!”
Dan ya, seketika juga jantung Rae seolah berhenti berdetak. You’ll die, Park Rae Hyun.
“Sekarang keluarkan tugas kalian!”
Dan ya, seketika juga jantung Rae seolah berhenti berdetak. You’ll die, Park Rae Hyun.
“Park Rae Hyun, Kim Tae Hyung, mana
tugas kalian?” Tanya Choi songsaengnim setelah memeriksa buku tugas yang telah
dikumpulkan oleh para murid. Semua mata kini tertuju pada Rae dan Taehyung.
Wajah Rae tampak tegang, sedangkan Taehyung memasang wajah datar setengah
malas, seolah tidak terjadi apa-apa.
“Ya! Kau tidak mengumpulkan tugas mu?” Tanya Rae pelan, Taehyung menoleh kearah Rae lalu mengangkat bahu nya.
“Aku tidak mengerjakannya, songsaengnim.” Ucap Taehyung sembari menatap Choi songsaengnim dengan datar. Rae membulatkan matanya, Taehyung tidak mengerjakan tugasnya? Setahu Rae, Taehyung bukanlah murid malas yang akan melewatkan tugas dari guru nya –ditambah guru nya adalah Choi songsaengnim, guru killer disekolahnya-, Taehyung termasuk anak yang cukup rajin dan selalu mendapat peringkat 2 di kelasnya, lebih rendah 1 tingkat dari Rae. Jadi mustahil jika Taehyung tidak mengerjakannya. Lupa? Bisa saja.
“Tidak mengerjakannya? Kim Tae Hyung-ssi, benarkah?” Tanya Choi songsaengnim, Taehyung mengangguk malas. “Ya.”
“Ya! Kau tidak mengumpulkan tugas mu?” Tanya Rae pelan, Taehyung menoleh kearah Rae lalu mengangkat bahu nya.
“Aku tidak mengerjakannya, songsaengnim.” Ucap Taehyung sembari menatap Choi songsaengnim dengan datar. Rae membulatkan matanya, Taehyung tidak mengerjakan tugasnya? Setahu Rae, Taehyung bukanlah murid malas yang akan melewatkan tugas dari guru nya –ditambah guru nya adalah Choi songsaengnim, guru killer disekolahnya-, Taehyung termasuk anak yang cukup rajin dan selalu mendapat peringkat 2 di kelasnya, lebih rendah 1 tingkat dari Rae. Jadi mustahil jika Taehyung tidak mengerjakannya. Lupa? Bisa saja.
“Tidak mengerjakannya? Kim Tae Hyung-ssi, benarkah?” Tanya Choi songsaengnim, Taehyung mengangguk malas. “Ya.”
“Baiklah, bagaimana denganmu, Park
Rae Hyun-ssi?” Tanya Choi songsaengnim sembari menatap tajam kearah Rae. Rae
menundukan kepalanya sembari menggigit bibir bawahnya. “Aku lupa membawa buku
catatan ku, songsaengnim.” Jawab Rae pelan. Choi songsaengnim mendengus kecil.
Baiklah, kini 2 orang murid terpintar di kelas nya tersebut tidak mengerjakan
tugas nya? Memalukan.
“Kalian berdua, keluar dan segeralah
menuju WC, istirahat nanti aku akan memeriksa kalian.” Ucap Choi songsaengnim.
Ke WC? Ya, sudah jelas jika mereka berdua akan menghadapi pelan, kain lap, dan
bau air pispot.
**
“Sebenarnya kau mengerjakan tugasmu
itu, kan?” Tanya Rae sembari mengelap cermin dihadapannya. Taehyung yang sedang
mengepel lantai pun menghentikan aktifitas nya, laki-laki itu menoleh kearah
Rae lalu tersenyum kecil sembari memegang belakang kepalanya.
Rae melirik kearah Taehyung lalu menghembuskan nafasnya pelan. “Kau tidak perlu melakukan ini, Taehyung-ah.” Ucap Rae.
Taehyung tersenyum kecil lalu kembali melanjutkan aktifitas nya tadi, dia seolah tidak mempedulikan ucapan Rae.
Rae menatap gambaran Taehyung yang terpantul di cermin dihadapannya, Taehyung tampak tidak lelah ataupun menyesal. Rae menghentikan aktifitas nya lalu membanting kain lap yang dia pegang ke wastafel. Taehyung kembali menghentikan aktifitas nya lalu menatap Rae dengan tatapan aneh.
“Kenapa kau melakukan ini?” Tanya Rae. Sungguh, bukannya dia tidak suka menjalani hukuman ini dengan Taehyung, masalahnya adalah, dia tahu jika Taehyung tidak pernah dihukum sebelumnya. Dan sekarang? Laki-laki itu rela membersihkan kamar mandi hanya demi Rae.
“Kau tidak suka?” Taehyung bukannya menjawab pertanyaan Rae, tapi malah balik bertanya. Rae mendengus kecil lalu menyenderkan tubuhnya pada dinding.
“Kau tidak perlu melakukan ini. Aku merasa tidak enak, kau tahu.” Ucap Rae dengan nada bersalah. Taehyung terdiam beberapa saat lalu menghampiri Rae.
Kini Taehyung berada tepat dihadapan Rae, laki-laki itu menatap Rae dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
“Aku tidak akan membiarkanmu mengerjakan semua ini sendiri. Lagipula menghabiskan 4 jam disini bersamamu tampaknya tidak buruk.” Ucap Taehyung sembari tersenyum kecil.
“Lanjutkan kerjamu,” Taehyung mengacak-ngacak rambut Rae lalu kembali meraih pel-an nya. Sedangkan Rae hanya bisa terdiam, mencoba mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
Rae melirik kearah Taehyung lalu menghembuskan nafasnya pelan. “Kau tidak perlu melakukan ini, Taehyung-ah.” Ucap Rae.
Taehyung tersenyum kecil lalu kembali melanjutkan aktifitas nya tadi, dia seolah tidak mempedulikan ucapan Rae.
Rae menatap gambaran Taehyung yang terpantul di cermin dihadapannya, Taehyung tampak tidak lelah ataupun menyesal. Rae menghentikan aktifitas nya lalu membanting kain lap yang dia pegang ke wastafel. Taehyung kembali menghentikan aktifitas nya lalu menatap Rae dengan tatapan aneh.
“Kenapa kau melakukan ini?” Tanya Rae. Sungguh, bukannya dia tidak suka menjalani hukuman ini dengan Taehyung, masalahnya adalah, dia tahu jika Taehyung tidak pernah dihukum sebelumnya. Dan sekarang? Laki-laki itu rela membersihkan kamar mandi hanya demi Rae.
“Kau tidak suka?” Taehyung bukannya menjawab pertanyaan Rae, tapi malah balik bertanya. Rae mendengus kecil lalu menyenderkan tubuhnya pada dinding.
“Kau tidak perlu melakukan ini. Aku merasa tidak enak, kau tahu.” Ucap Rae dengan nada bersalah. Taehyung terdiam beberapa saat lalu menghampiri Rae.
Kini Taehyung berada tepat dihadapan Rae, laki-laki itu menatap Rae dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
“Aku tidak akan membiarkanmu mengerjakan semua ini sendiri. Lagipula menghabiskan 4 jam disini bersamamu tampaknya tidak buruk.” Ucap Taehyung sembari tersenyum kecil.
“Lanjutkan kerjamu,” Taehyung mengacak-ngacak rambut Rae lalu kembali meraih pel-an nya. Sedangkan Rae hanya bisa terdiam, mencoba mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
Istirahat…
“Ah, melelahkan.” Ucap Rae sembari
meminum jus jeruk yang berada dihadapannya. Kini dia dan Taehyung sedang berada
di kantin sekolah dan menghabiskan sisa jam istirahat mereka untuk mengisi
perut mereka yang sedari tadi sudah meronta meminta makan.
“Nuna! Hyung! Kalian kemana saja?” suara nyaring seseorang memekakan telinga Rae dan Taehyung, mereka berdua menoleh kearah orang tersebut dan menemukan Jungkook yang tengah memasang wajah khawatir nya.
Jungkook menghampiri Rae dan Taehyung lalu langsung duduk disamping Rae.
“Aku mencari nuna kemana-mana! Tadi aku ke kelas kalian dan tidak melihat kalian.” Ucap Jungkook dengan nada khawatir tanpa jeda. Taehyung menghembuskan nafasnya pelan lalu mendorong kepala Jungkook.
“Ya! Apa yang hyung lakukan?” protes Jungkook sembari mengelus kepalanya pelan. “Berisik!” ucap Taehyung.
Rae mendengus kecil lalu menoleh kearah Jungkook. “Ada apa kau mencariku?” Tanya Rae. Jungkook menoleh kearah Rae lalu tersenyum dengan wajah innocent nya.
“Ikut aku!” Jungkook langsung menarik tangan Rae begitu saja.
“Nuna! Hyung! Kalian kemana saja?” suara nyaring seseorang memekakan telinga Rae dan Taehyung, mereka berdua menoleh kearah orang tersebut dan menemukan Jungkook yang tengah memasang wajah khawatir nya.
Jungkook menghampiri Rae dan Taehyung lalu langsung duduk disamping Rae.
“Aku mencari nuna kemana-mana! Tadi aku ke kelas kalian dan tidak melihat kalian.” Ucap Jungkook dengan nada khawatir tanpa jeda. Taehyung menghembuskan nafasnya pelan lalu mendorong kepala Jungkook.
“Ya! Apa yang hyung lakukan?” protes Jungkook sembari mengelus kepalanya pelan. “Berisik!” ucap Taehyung.
Rae mendengus kecil lalu menoleh kearah Jungkook. “Ada apa kau mencariku?” Tanya Rae. Jungkook menoleh kearah Rae lalu tersenyum dengan wajah innocent nya.
“Ikut aku!” Jungkook langsung menarik tangan Rae begitu saja.
Kini Jungkook dan Rae sedang berada
di ruang music yang cukup sepi, hanya ada mereka berdua disana. Terdapat
beberapa alat music yang berada di ruangan yang cukup luas tersebut. Rae
mengedarkan pandangannya lalu menoleh kearah Jungkook yang kini sedang duduk
manis didepan sebuah piano berwarna hitam.
“Kenapa kau membawaku kesini?” Tanya Rae heran. Jungkook tersenyum kecil.
“Aku membuatkan lagu untuk nuna,” jawab Jungkook antusias. Rae menaikan sebelah halisnya.
“Dengarkanlah!” tambah Jungkook sembari mulai memainkan jari nya diatas piano tersebut.
“Kenapa kau membawaku kesini?” Tanya Rae heran. Jungkook tersenyum kecil.
“Aku membuatkan lagu untuk nuna,” jawab Jungkook antusias. Rae menaikan sebelah halisnya.
“Dengarkanlah!” tambah Jungkook sembari mulai memainkan jari nya diatas piano tersebut.
Yoksimirago
neoui yeope seogien
Chamabojiman ijen geuge jal andwae
Mwo naega hal jul aneun ge byeollo manchin anchiman
Manheun saramdeul ape yonggil naeboryeogo hae
Chamabojiman ijen geuge jal andwae
Mwo naega hal jul aneun ge byeollo manchin anchiman
Manheun saramdeul ape yonggil naeboryeogo hae
Eosaekhaginhaedo
ireumeul bureumyeon
Gogael deureo nareul barabwajugil
Gogael deureo nareul barabwajugil
Sandy
sandy neobakken anboyeo babe i’m loving you babe
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
Sasil
singyeong sseuineun neoui yeopui namjadeul
Aesseo useobojiman ijen geuge jal andwae
Aesseo useobojiman ijen geuge jal andwae
Tteolligineunhaedo
ni soneul jabeumyeon
Amu maldo malgo ttarawajugil
Amu maldo malgo ttarawajugil
Sandy
sandy neobakken anboyeo babe i’m loving you babe
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
Ara
geobi nalgeoran geo
Aesseo ureumeul chamdeon geol ara
Jinannareun geudaero heulleogage dumyeon dwae
Deoneun apeujima
Aesseo ureumeul chamdeon geol ara
Jinannareun geudaero heulleogage dumyeon dwae
Deoneun apeujima
Sandy
sandy gogael kkeudeogyeojwo babe
Sandy
sandy neobakken anboyeo babe i’m loving you babe
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
Sandy sandy nattaeme jeoldaero apeuge anhalge
Ni du nunui nunmureun nae sesangeul meomchwo
Sandy sandy chinguron bujokhae be my love, sandy
(It seems like I’m being greedy to want to be next to you
So I tried to hold it in but it’s not that easy
There’s not a lot that I know how to do but
I’m trying to be brave in front of all these people
So I tried to hold it in but it’s not that easy
There’s not a lot that I know how to do but
I’m trying to be brave in front of all these people
Even if it’s awkward, when I call your name
I hope you will lift your head and look at me
I hope you will lift your head and look at me
Sandy Sandy, I only see you babe, I’m Loving You Babe
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy
Truthfully, I keep noticing all those guys around you
I tried to laugh it over but it’s not that easy
I tried to laugh it over but it’s not that easy
Though I’m nervous, when I hold your hand
I hope you will silently follow me
I hope you will silently follow me
Sandy Sandy, I only see you babe, I’m Loving You Babe
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy
I know that you might be scared
I know you were holding back your tears
But let your past go just like that
Don’t be hurt anymore
I know you were holding back your tears
But let your past go just like that
Don’t be hurt anymore
Sandy Sandy, please nod your head yes babe
Sandy Sandy, I only see you babe, I’m Loving You Babe
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy)
Sandy Sandy, I’ll never make you be in pain because of me
Tears in your two eyes will make my world stop
Sandy Sandy, being friends is not enough, be my love, Sandy)
Jungkook mengakhiri permainannya,
laki-laki itu tersenyum puas lalu beranjak dari duduknya. Dia menghampiri Rae
yang masih tampak terpaku.
“Nuna? Wae?” Jungkook mengibas-ngibaskan tangannya didepan muka Rae. Rae terbangun dari lamunannya lalu menatap Jungkook dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
“Bagaimana?” Tanya Jungkook dengan wajah berseri. Ya, dia sudah menyiapkan lagu tersebut dari beberapa minggu yang lalu, ini adalah lagu pertama yang dia tulis sendiri. Jungkook menatap wajah Rae yang tampak datar, tampaknya gadis itu masih mencoba mencerna makna dari lagu yang dibawakan Jungkook barusan.
Melihat Rae yang tidak memberikan respon sedikitpun, Jungkook mendengus kecil. Laki-laki itu memegang kedua pundak Rae dengan tangannya lalu menatap mata Rae dalam.
“Nuna, saranghaeyo.” Ucap Jungkook.
“Aku tahu aku masih kecil, aku tidak bisa melakukan apa yang bisa Hyung-deul lakukan padamu. Aku tahu aku belum dewasa. Tapi..” Jungkook menggantungkan kalimatnya. Laki-laki itu menundukan kepalanya; mencoba mengusir rasa gugup yang sedari tadi mengusik hatinya. Jungkook menghembuskan nafasnya dalam lalu kembali menatap Rae.
“Tapi aku akan berusaha untuk menjagamu, Nuna. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk nuna. Apapun yang terjadi, aku berjanji akan selalu membuat Nuna tersenyum, tidak akan membuat Nuna sedih, dan akan selalu ada untuk Nuna.” Tambah Jungkook sembari tersenyum simpul. Terlihat polos serta sangat manis, dan entah kenapa Rae menyukai senyuman Jungkook itu.
“Bagaimana lagu ku? Bagus bukan? Itu lagu pertama yang aku tulis sendiri! Dan aku menulisnya untuk orang yang sangat special,” ucap Jungkook antusias, senyuman Jungkook kini berubah menjadi senyuman polos layaknya anak kecil. Rae tersenyum kecil lalu mengangguk.
“Bagus!” Rae mengangkat kedua jempol nya. Jungkook tertawa kecil lalu memeluk Rae, membuat Rae membeku seketika.
“Nuna? Wae?” Jungkook mengibas-ngibaskan tangannya didepan muka Rae. Rae terbangun dari lamunannya lalu menatap Jungkook dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
“Bagaimana?” Tanya Jungkook dengan wajah berseri. Ya, dia sudah menyiapkan lagu tersebut dari beberapa minggu yang lalu, ini adalah lagu pertama yang dia tulis sendiri. Jungkook menatap wajah Rae yang tampak datar, tampaknya gadis itu masih mencoba mencerna makna dari lagu yang dibawakan Jungkook barusan.
Melihat Rae yang tidak memberikan respon sedikitpun, Jungkook mendengus kecil. Laki-laki itu memegang kedua pundak Rae dengan tangannya lalu menatap mata Rae dalam.
“Nuna, saranghaeyo.” Ucap Jungkook.
“Aku tahu aku masih kecil, aku tidak bisa melakukan apa yang bisa Hyung-deul lakukan padamu. Aku tahu aku belum dewasa. Tapi..” Jungkook menggantungkan kalimatnya. Laki-laki itu menundukan kepalanya; mencoba mengusir rasa gugup yang sedari tadi mengusik hatinya. Jungkook menghembuskan nafasnya dalam lalu kembali menatap Rae.
“Tapi aku akan berusaha untuk menjagamu, Nuna. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk nuna. Apapun yang terjadi, aku berjanji akan selalu membuat Nuna tersenyum, tidak akan membuat Nuna sedih, dan akan selalu ada untuk Nuna.” Tambah Jungkook sembari tersenyum simpul. Terlihat polos serta sangat manis, dan entah kenapa Rae menyukai senyuman Jungkook itu.
“Bagaimana lagu ku? Bagus bukan? Itu lagu pertama yang aku tulis sendiri! Dan aku menulisnya untuk orang yang sangat special,” ucap Jungkook antusias, senyuman Jungkook kini berubah menjadi senyuman polos layaknya anak kecil. Rae tersenyum kecil lalu mengangguk.
“Bagus!” Rae mengangkat kedua jempol nya. Jungkook tertawa kecil lalu memeluk Rae, membuat Rae membeku seketika.
“Aku menyayangi Nuna, jangan
tinggalkan aku, ne?” ucap Jungkook sembari melepaskan pelukannya. Rae terdiam
sesaat, beberapa detik kemudian gadis itu mengangguk pelan. Jungkook tersenyum
kecil lalu langsung menarik tangan Rae begitu saja.
“Ayo kembali ke kanti, aku yakin kau pasti lapar.”
“Ayo kembali ke kanti, aku yakin kau pasti lapar.”
**
Rae memakan pizza dihadapannya
seperti orang yang sudah tidak makan selama berbulan-bulan. Dia lapar, dan dia
tidak mempedulikan Jungkook yang kini sedang tersenyum geli sembari
memperhatikannya. “Hati-hati Nuna.” Ucap Jungkook sembari tetap memperhatikan
Rae. Hanya dengan melihat Rae makan selahap itu saja membuat Jungkook kenyang.
Rae mengangguk pelan lalu tersenyum kearah Jungkook, beberapa saat kemudian dia sadar jika sedari tadi hanya dia yang makan. Padahal yang membayar ini semua adalah Jungkook.
“Kau tidak makan?” Tanya Rae. Jungkook menggeleng lalu tersenyum kecil.
“Melihat Nuna makan saja sudah membuatku kenyang.” Jawab Jungkook sembari menopang dagu nya dengan tangan kanannya, laki-laki itu tertawa kecil. Wajah Rae tampak seperti anak kecil sekarang, bibir dan tangannya berlumuran saus, lucu, sepertinya gadis itu makan dengan sangat brutal. Rae terdiam beberapa saat lalu kembali menatap Jungkook. “Wae? Kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Jungkook sembari menahan tawanya. Rae menggeleng pelan lalu menatap pizza yang tinggal ¾ dihadapannya.
“Makanlah, kau yang membayar ini, harusnya kau juga makan.” Ucap Rae. Jungkook tersenyum kecil, laki-laki itu mengelap saus yang berada diujung bibir Rae lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
“Arrayo, kau juga makan lagi, ne?” Jungkook mengambil sepotong pizza lalu menyodorkannya ke mulut Rae. “A aaa.” Ucap Jungkook. Rae tersenyum geli lalu membuka mulutnya, Jungkook menyuapkan pizza itu ke mulut Rae lalu kembali tersenyum. “Mashita?” Tanya Jungkook, Rae mengangguk.
“Mashita!” Rae mengangkat kedua jempol nya, gadis itu tersenyum layaknya anak kecil. Jungkook tertawa pelan lalu kembali mengacak-ngacak rambut Rae.
“Sekarang giliran kau. Aaaaa Jeonggukie~” Rae mengambil sepotong pizza lalu menyuapi Jungkook.
Rae mengangguk pelan lalu tersenyum kearah Jungkook, beberapa saat kemudian dia sadar jika sedari tadi hanya dia yang makan. Padahal yang membayar ini semua adalah Jungkook.
“Kau tidak makan?” Tanya Rae. Jungkook menggeleng lalu tersenyum kecil.
“Melihat Nuna makan saja sudah membuatku kenyang.” Jawab Jungkook sembari menopang dagu nya dengan tangan kanannya, laki-laki itu tertawa kecil. Wajah Rae tampak seperti anak kecil sekarang, bibir dan tangannya berlumuran saus, lucu, sepertinya gadis itu makan dengan sangat brutal. Rae terdiam beberapa saat lalu kembali menatap Jungkook. “Wae? Kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Jungkook sembari menahan tawanya. Rae menggeleng pelan lalu menatap pizza yang tinggal ¾ dihadapannya.
“Makanlah, kau yang membayar ini, harusnya kau juga makan.” Ucap Rae. Jungkook tersenyum kecil, laki-laki itu mengelap saus yang berada diujung bibir Rae lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
“Arrayo, kau juga makan lagi, ne?” Jungkook mengambil sepotong pizza lalu menyodorkannya ke mulut Rae. “A aaa.” Ucap Jungkook. Rae tersenyum geli lalu membuka mulutnya, Jungkook menyuapkan pizza itu ke mulut Rae lalu kembali tersenyum. “Mashita?” Tanya Jungkook, Rae mengangguk.
“Mashita!” Rae mengangkat kedua jempol nya, gadis itu tersenyum layaknya anak kecil. Jungkook tertawa pelan lalu kembali mengacak-ngacak rambut Rae.
“Sekarang giliran kau. Aaaaa Jeonggukie~” Rae mengambil sepotong pizza lalu menyuapi Jungkook.
**
Rae berjalan menelusuri koridor
sekolah dengan langkah malas. Ini sudah jam istirahat kedua, dan Rae tidak tahu
apa yang harus dia lakukan sekarang. Taehyung sedang berlatih basket, dan
Jungkook sedang berlatih dance. Tidak ada yang bisa menemaninya, eh?
“Hey!” seseorang tiba-tiba saja menepuk pundak Rae. Rae menoleh kearah orang itu dan menemukan Jimin sedang tersenyum kecil kearahnya.
“Jiminnie! Kau kemana saja?” Rae langsung merangkul pundak Jimin, gadis itu mengacak-ngacak rambut Jimin yang tinggi nya tidak berbeda jauh darinya. Jimin terkekeh pelan lalu balas merangkul Rae.
“Tidak kemana-mana kok.” Ucap Jimin. Tampaknya mereka berdua tidak menyadari jika beberapa pasang mata tertuju pada mereka. Jelas saja, ini jam istirahat, dan mereka berdua sedang berada di lorong sekolah yang cukup ramai. “Kau merindukanku, eoh?” tambah Jimin sembari mengedipkan sebelah matanya, sesaat kemudian laki-laki itu tertawa pelan. Rae mendengus kecil lalu mendorong kepala Jimin.
“Percaya diri sekali,” ucap Rae sembari terkekeh pelan. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berjalan bersama menelusuri lorong, entah mau kemana mereka.
“Hey!” seseorang tiba-tiba saja menepuk pundak Rae. Rae menoleh kearah orang itu dan menemukan Jimin sedang tersenyum kecil kearahnya.
“Jiminnie! Kau kemana saja?” Rae langsung merangkul pundak Jimin, gadis itu mengacak-ngacak rambut Jimin yang tinggi nya tidak berbeda jauh darinya. Jimin terkekeh pelan lalu balas merangkul Rae.
“Tidak kemana-mana kok.” Ucap Jimin. Tampaknya mereka berdua tidak menyadari jika beberapa pasang mata tertuju pada mereka. Jelas saja, ini jam istirahat, dan mereka berdua sedang berada di lorong sekolah yang cukup ramai. “Kau merindukanku, eoh?” tambah Jimin sembari mengedipkan sebelah matanya, sesaat kemudian laki-laki itu tertawa pelan. Rae mendengus kecil lalu mendorong kepala Jimin.
“Percaya diri sekali,” ucap Rae sembari terkekeh pelan. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berjalan bersama menelusuri lorong, entah mau kemana mereka.
“Ya, jam terakhir nanti siapa yang
mengajar eoh?” Tanya Jimin sembari tetap merangkul Rae, laki-laki itu sengaja memperlambat
jalannya agar waktunya bersama Rae bisa
lebih lama.
“Lee songsaengnim, fisika. Ah, malas sekali.” Jawab Rae. Gadis itu menoleh kearah Jimin. “Kalau kau?” Tanya Rae. Jimin ikut menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil.
“Shin songsaengnim. Ayo membolos.” Jimin tersenyum antusias. Rae mengangkat sebelah halisnya lalu mendorong kepala Jimin.
“Babo! Kebiasaan membolosmu belum hilang, eoh? Tidak mau!” Rae mencubit lengan kekar Jimin, yang tentunya hanya terasa seperti sebuah sentuhan kecil pada lengan laki-laki bertubuh cukup ‘bagus’ tersebut. Jimin meringis pelan lalu mencibir kecil.
“Tadi katanya kau malas.” Ucap Jimin.
“Ayolah, sekali saja. Ranking mu tidak akan turun hanya karena membolos satu jam pelajaran.” Tambah Jimin. Ya, dia dan Rae memang sangatlah berbeda. Rae sangat peduli pada nilai dan absensi nya di sekolah. Karena jika orang tua nya tahu kelakukannya di sekolah ‘buruk’, entahlah apa yang akan terjadi. Sepertinya dia akan langsung dikirim ke Alaska.
Rae tampak berfikir sejenak. Sekali saja, tidak apa-apa, kan?
“Lee songsaengnim, fisika. Ah, malas sekali.” Jawab Rae. Gadis itu menoleh kearah Jimin. “Kalau kau?” Tanya Rae. Jimin ikut menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil.
“Shin songsaengnim. Ayo membolos.” Jimin tersenyum antusias. Rae mengangkat sebelah halisnya lalu mendorong kepala Jimin.
“Babo! Kebiasaan membolosmu belum hilang, eoh? Tidak mau!” Rae mencubit lengan kekar Jimin, yang tentunya hanya terasa seperti sebuah sentuhan kecil pada lengan laki-laki bertubuh cukup ‘bagus’ tersebut. Jimin meringis pelan lalu mencibir kecil.
“Tadi katanya kau malas.” Ucap Jimin.
“Ayolah, sekali saja. Ranking mu tidak akan turun hanya karena membolos satu jam pelajaran.” Tambah Jimin. Ya, dia dan Rae memang sangatlah berbeda. Rae sangat peduli pada nilai dan absensi nya di sekolah. Karena jika orang tua nya tahu kelakukannya di sekolah ‘buruk’, entahlah apa yang akan terjadi. Sepertinya dia akan langsung dikirim ke Alaska.
Rae tampak berfikir sejenak. Sekali saja, tidak apa-apa, kan?
“Baiklah, aku mengambil tas ku
dulu.”
**
“Kita akan meloncati ini?” Tanya Rae
sembari menunjuk sebuah tembok yang mempunyai tinggi sekitar 2 meter
dihadapannya. Jimin yang berada disamping Rae mengangguk pelan. Kini mereka
berdua berada di halaman belakang sekolah, disini tampak sepi, karena memang
jam pelajaran sudah dimulai sedari tadi. Jimin menoleh kearah Rae yang tampak
bingung. Rae bukannya takut melompati tembok besar dihadapannya, mengingat dia
sering melakukan hal yang sama saat kecil dulu. Masalahnya adalah, dia sedang
memakai rok sekolah yang hanya selutut.
“Kau takut?” Tanya Jimin, Rae menoleh kearah Jimin lalu menggeleng. “Ani,” jawab Rae singkat. Jimin mengangguk paham lalu berjongkok dihadapan Rae.
“Naiklah ke punggung ku,” ucap Jimin. Rae mengangkat sebelah halisnya lalu menatap Jimin seolah mengatakan ‘kau-serius?’. Jimin menghembuskan nafasnya lalu mengangguk pelan, seolah mengerti apa maksud dari tatapan Rae.
Rae mengangguk lalu menginjak pundak Jimin, gadis itu memegang tembok tersebut lalu mengangkat tubuhnya keatas. Dan sekarang Rae berada diatas tembok tersebut. Rae melirik kearah Jimin yang berada dibelakangnya. “Bagaimana cara kau naik?” Tanya Rae. Jimin tersenyum kecil. “Itu mudah. Kau bisa lompat, kan?” Tanya Jimin, Rae mengangguk. Hanya 2 meter, tidak masalah baginya.
Rae membenarkan tas sekolah yang dia gendong lalu melompat dari atas tembok tersebut. Gadis itu sedikit meringis saat kedua kaki nya berhasil menginjak tanah, dia tidak terjatuh ataupun tersungkur ke tanah, tapi kaki nya terasa sedikit sakit saat menginjak tanah dengan cukup keras.
“Raehyun-ah! Awas!”
“Kau takut?” Tanya Jimin, Rae menoleh kearah Jimin lalu menggeleng. “Ani,” jawab Rae singkat. Jimin mengangguk paham lalu berjongkok dihadapan Rae.
“Naiklah ke punggung ku,” ucap Jimin. Rae mengangkat sebelah halisnya lalu menatap Jimin seolah mengatakan ‘kau-serius?’. Jimin menghembuskan nafasnya lalu mengangguk pelan, seolah mengerti apa maksud dari tatapan Rae.
Rae mengangguk lalu menginjak pundak Jimin, gadis itu memegang tembok tersebut lalu mengangkat tubuhnya keatas. Dan sekarang Rae berada diatas tembok tersebut. Rae melirik kearah Jimin yang berada dibelakangnya. “Bagaimana cara kau naik?” Tanya Rae. Jimin tersenyum kecil. “Itu mudah. Kau bisa lompat, kan?” Tanya Jimin, Rae mengangguk. Hanya 2 meter, tidak masalah baginya.
Rae membenarkan tas sekolah yang dia gendong lalu melompat dari atas tembok tersebut. Gadis itu sedikit meringis saat kedua kaki nya berhasil menginjak tanah, dia tidak terjatuh ataupun tersungkur ke tanah, tapi kaki nya terasa sedikit sakit saat menginjak tanah dengan cukup keras.
“Raehyun-ah! Awas!”
BUG!
Seketika juga tubuh Rae tersungkur
ke tanah saat tiba-tiba saja Jimin jatuh dan menabrak tubuhnya. Dan akhirnya
punggung Rae berhasil mencium tanah dengan indahnya, ditambah tubuh Jimin yang
kini berada tepat diatas tubuhnya. Berat, mengingat tubuh Jimin yang cukup
besar menimpa tubuhnya dengan tiba-tiba.
“Awh,” rintih Rae saat merasakan punggung nya terasa sakit, gadis itu membuka matanya dan menemukan tubuh Jimin berada diatasnya. Laki-laki itu ikut membuka matanya lalu terdiam beebrapa saat. “Kau tidak apa-apa?” Tanya Jimin masih tetap berada diposisinya, sepertinya ia tidak sadar jika Rae kini sedang kesakitan gara-gara menahan tubuhnya yang cukup besar.
“Bodoh! Menyingkirlah!” ucap Rae sembari mendorong tubuh Jimin hingga terjungkal kesampingnya, gadis itu beranjak lalu memegang punggung nya yang terasa sangat nyeri. Jimin ikut beranjak lalu menatap Rae dengan tatapan khawatir.
“Gwaenchanha? Maafkan aku.” Jimin memegang kedua pundak Rae lalu membersihkan blazer Rae yang kotor, laki-laki itu melirik kearah punggung Rae lalu kembali menatap Rae dengan khawatir.
“Sakit ya? Apa kau mau ke dokter? Atau kau mau pulang?” Tanya Jimin. Rae menghembuskan nafasnya pelan lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, aku tidak apa-apa.” Jawab Rae sembari tersenyum kecil.
“Awh,” rintih Rae saat merasakan punggung nya terasa sakit, gadis itu membuka matanya dan menemukan tubuh Jimin berada diatasnya. Laki-laki itu ikut membuka matanya lalu terdiam beebrapa saat. “Kau tidak apa-apa?” Tanya Jimin masih tetap berada diposisinya, sepertinya ia tidak sadar jika Rae kini sedang kesakitan gara-gara menahan tubuhnya yang cukup besar.
“Bodoh! Menyingkirlah!” ucap Rae sembari mendorong tubuh Jimin hingga terjungkal kesampingnya, gadis itu beranjak lalu memegang punggung nya yang terasa sangat nyeri. Jimin ikut beranjak lalu menatap Rae dengan tatapan khawatir.
“Gwaenchanha? Maafkan aku.” Jimin memegang kedua pundak Rae lalu membersihkan blazer Rae yang kotor, laki-laki itu melirik kearah punggung Rae lalu kembali menatap Rae dengan khawatir.
“Sakit ya? Apa kau mau ke dokter? Atau kau mau pulang?” Tanya Jimin. Rae menghembuskan nafasnya pelan lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, aku tidak apa-apa.” Jawab Rae sembari tersenyum kecil.
“Jinjja?”
“Ne,” Rae mengangguk yakin. Jimin
menghembuskan nafasnya lega lalu mengangguk pelan.
“Ayo ke taman.”
“Ayo ke taman.”
Sekarang jam sudah sore, langit
dikota Seoul pun sudah tampak berubah warna menjadi jingga, dan kini Rae sedang
berada ditaman bersama Jimin. Mereka menelusuri jalan setapak yang penuh dengan
bebatuan itu dengan langkah perlahan, sesekali Rae melirik kearah beberapa orang
yang berada di taman tersebut. Ada yang bermain sepeda, makan, bahkan ada
beberapa murid SMA seperti mereka yang sedang berjalan-jalan.
“Kau biasa kesini?” Tanya Rae, Jimin yang sedari tadi terus memperhatikan Rae tampak sedikit terkejut saat tiba-tiba saja Rae menoleh kearahnya. Jimin menggeleng pelan.
“Ani, aku baru beberapa kali kesini, kau suka?” Jimin balik bertanya. Rae mengangguk pelan lalu tersenyum. “Aku suka, gomawo.” Jawab Rae sembari tersenyum. Jimin memegang belakang kepalanya yang tidak gatal lalu ikut tersenyum.
“N-ne, cheonmaneyo. Asal kau senang aku juga senang, kok.” Ucap Jimin sembari tersenyum canggung. Rae yang melihat tingkah Jimin hanya bisa terkekeh pelan, gadis itu mengacak-ngacak rambut Jimin.
Jimin hendak membalas mengacak-ngacak rambut Rae, namun tiba-tiba saja handphone nya berbunyi. Jimin meraih handphone yang berada disaku blazer seragamnya lalu melihat siapa yang menelepon.
“Kau biasa kesini?” Tanya Rae, Jimin yang sedari tadi terus memperhatikan Rae tampak sedikit terkejut saat tiba-tiba saja Rae menoleh kearahnya. Jimin menggeleng pelan.
“Ani, aku baru beberapa kali kesini, kau suka?” Jimin balik bertanya. Rae mengangguk pelan lalu tersenyum. “Aku suka, gomawo.” Jawab Rae sembari tersenyum. Jimin memegang belakang kepalanya yang tidak gatal lalu ikut tersenyum.
“N-ne, cheonmaneyo. Asal kau senang aku juga senang, kok.” Ucap Jimin sembari tersenyum canggung. Rae yang melihat tingkah Jimin hanya bisa terkekeh pelan, gadis itu mengacak-ngacak rambut Jimin.
Jimin hendak membalas mengacak-ngacak rambut Rae, namun tiba-tiba saja handphone nya berbunyi. Jimin meraih handphone yang berada disaku blazer seragamnya lalu melihat siapa yang menelepon.
“Yeoboseyo. Hyung-ah, waeyo?”
“……….”
“Ah, jinjjayo?” Jimin menoleh kearah
Rae yang tampak penasaran.
“Ne, aku kesana sekarang. Annyeong.”
Jimin menutup teleponnya lalu menghembuskan nafasnya pelan. “Hyung-ku
menyuruhku untuk ke rumah sekarang.” Ucap Jimin dengan nada kecewa. Rae
mengangguk pelan lalu mendorong lengan Jimin.
“Pergilah.” Ucap Rae. Jimin menatap Rae dengan tatapan khawatir. “Kau tidak apa-apa aku tinggal sendiri?” Tanya Jimin. Rae mengangguk pelan lalu tersenyum.
“Ne,” jawab Rae, Jimin mengangguk pelan. Laki-laki itu memegang pundak Rae lalu mencium keningnya sekilas.
“Aku pergi ne, jaga dirimu.” Ucap Jimin sembari tersenyum kecil, laki-laki itu mengacak-ngacak rambut Rae lalu langsung berlari begitu saja. Meninggalkan Rae yang masih terpaku ditempat.
“Pergilah.” Ucap Rae. Jimin menatap Rae dengan tatapan khawatir. “Kau tidak apa-apa aku tinggal sendiri?” Tanya Jimin. Rae mengangguk pelan lalu tersenyum.
“Ne,” jawab Rae, Jimin mengangguk pelan. Laki-laki itu memegang pundak Rae lalu mencium keningnya sekilas.
“Aku pergi ne, jaga dirimu.” Ucap Jimin sembari tersenyum kecil, laki-laki itu mengacak-ngacak rambut Rae lalu langsung berlari begitu saja. Meninggalkan Rae yang masih terpaku ditempat.
**
Rae melangkahkan kaki nya secara
perlahan, sesekali gadis itu menendang batu kerikil yang berada dihadapannya.
Rae menghembuskan nafasnya pelan lalu duduk disebuah kursi taman berwarna
cokelat tua. Langit sudah mulai gelap, dan kini dia sendirian.
Rae memejamkan matanya secara perlahan, hingga tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kedua pipinya.
“Ya, kau sedang apa disini?” Tanya seseorang. Rae membuka matanya dan menemukan Suga sedang memegangi kedua pipinya sembari tersenyum hangat.
“Ah, oppa. Tadi aku kesini dengan Jimin, tapi dia ada urusan.” Jawab Rae. Suga mengangguk lalu duduk disamping Rae.
“Oppa kenapa da disini?” Tanya Rae sembari menoleh kearah Suga.
“Jalan-jalan.” Jawab Suga singkat, laki-laki itu menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil. Rae mengangguk pelan lalu mengedarkan pandangannya.
“Hei, kau mau makan ice cream?” Tanya Suga. Rae kembali menoleh kearah Suga lalu menaikan sebelah halisnya.
Rae memejamkan matanya secara perlahan, hingga tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kedua pipinya.
“Ya, kau sedang apa disini?” Tanya seseorang. Rae membuka matanya dan menemukan Suga sedang memegangi kedua pipinya sembari tersenyum hangat.
“Ah, oppa. Tadi aku kesini dengan Jimin, tapi dia ada urusan.” Jawab Rae. Suga mengangguk lalu duduk disamping Rae.
“Oppa kenapa da disini?” Tanya Rae sembari menoleh kearah Suga.
“Jalan-jalan.” Jawab Suga singkat, laki-laki itu menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil. Rae mengangguk pelan lalu mengedarkan pandangannya.
“Hei, kau mau makan ice cream?” Tanya Suga. Rae kembali menoleh kearah Suga lalu menaikan sebelah halisnya.
“Ice cream?”
“Ne, ayolah, aku akan mentraktirmu.”
Suga tersenyum kecil lalu langsung menarik tangan Rae begitu saja.
Rae dan Suga sekarang sedang
menelusuri taman tersebut sembari memakan Ice cream yang baru saja mereka beli.
Suasana taman mulai berubah, banyak anak-anak muda yang berkumpul ditaman ini.
“Enak?” Tanya Suga sembari menoleh kearah Rae yang tampak sibuk memakan Ice cream cokelat yang berada ditangannya. Rae menoleh kearah Suga lalu tersenyum sembari mengangguk. “Gomawo,” jawab Rae senang. Suga tersenyum kecil lalu menyentuh ujung bibir Rae yang tampak penuh dengan Ice cream.
“Ne cheonmaneyo, kau makan ice cream seperti anak kecil, eoh.” Ucap Suga sembari terkekeh pelan. Rae menyentuh ujung bibirnya yang tadi disentuh Suga lalu tersenyum kecil.
“Hehehe.” Rae menghabiskan Ice cream nya lalu mengedarkan pandangannya, dan matanya menangkap sesuatu yang cukup menarik perhatiannya. Tampak beberapa orang yang berkumpul disana, dan terdengar suara dentuman music yang cukup keras.
“Itu apa?” Tanya Rae sembari menunjuk orang-orang tersebut.
“Ah itu. Setiap malam ada battle dance disini, kau ingin lihat?” Tanya Suga. Rae menoleh kearah Suga lalu mengangguk semangat.
“Ne!” jawab Rae antusias. Suga tersenyum kecil lalu menarik tangan Rae kearah kerumunan orang-orang tersebut.
“Enak?” Tanya Suga sembari menoleh kearah Rae yang tampak sibuk memakan Ice cream cokelat yang berada ditangannya. Rae menoleh kearah Suga lalu tersenyum sembari mengangguk. “Gomawo,” jawab Rae senang. Suga tersenyum kecil lalu menyentuh ujung bibir Rae yang tampak penuh dengan Ice cream.
“Ne cheonmaneyo, kau makan ice cream seperti anak kecil, eoh.” Ucap Suga sembari terkekeh pelan. Rae menyentuh ujung bibirnya yang tadi disentuh Suga lalu tersenyum kecil.
“Hehehe.” Rae menghabiskan Ice cream nya lalu mengedarkan pandangannya, dan matanya menangkap sesuatu yang cukup menarik perhatiannya. Tampak beberapa orang yang berkumpul disana, dan terdengar suara dentuman music yang cukup keras.
“Itu apa?” Tanya Rae sembari menunjuk orang-orang tersebut.
“Ah itu. Setiap malam ada battle dance disini, kau ingin lihat?” Tanya Suga. Rae menoleh kearah Suga lalu mengangguk semangat.
“Ne!” jawab Rae antusias. Suga tersenyum kecil lalu menarik tangan Rae kearah kerumunan orang-orang tersebut.
“Uwaa, keren sekali! Apa Jungkook
dan Jimin bisa melakukan itu, ya?” ucap Rae sembari tersenyum senang saat
melihat beberapa b-boy yang sedang asik meliuk-liukan badan mereka. Suga
menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil. Laki-laki itu melirik kearah jam
tangan berwarna hitam yang melingkar ditangan kirinya lalu menghembuskan
nafasnya pelan.
“Kau masih ingin disini?” Tanya Suga. Rae yang sedari tadi tengah asik melihat para b-boy tersebut menoleh kearah Suga.
“Oppa sudah mau pulang?” Rae balik bertanya dengan nada kecewa. Padahal dia masih ingin melihat ini, jarang sekali dia bisa keluar malam dan melihat ‘pertunjukan’ seperti ini. Suga menghembuskan nafasnya pelan lalu mengangguk.
“Ne, mianhae. Aku ada urusan. Kau mau aku antar pulang?” Tanya Suga. Rae menggeleng pelan.
“Aku bisa pulang sendiri.” Jawab Rae. Suga menatap Rae khawatir.
“Sungguh?” Tanya Suga khawatir, Rae mengangguk pasti.
“Ne.” Jawab Rae. Suga menghembuskan nafasnya lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
“Aku pergi dulu, ne? Jaga dirimu.” Ucap Suga sebelum pada akhirnya meninggalkan Rae diantara kerumunan orang-orang tersebut.
“Kau masih ingin disini?” Tanya Suga. Rae yang sedari tadi tengah asik melihat para b-boy tersebut menoleh kearah Suga.
“Oppa sudah mau pulang?” Rae balik bertanya dengan nada kecewa. Padahal dia masih ingin melihat ini, jarang sekali dia bisa keluar malam dan melihat ‘pertunjukan’ seperti ini. Suga menghembuskan nafasnya pelan lalu mengangguk.
“Ne, mianhae. Aku ada urusan. Kau mau aku antar pulang?” Tanya Suga. Rae menggeleng pelan.
“Aku bisa pulang sendiri.” Jawab Rae. Suga menatap Rae khawatir.
“Sungguh?” Tanya Suga khawatir, Rae mengangguk pasti.
“Ne.” Jawab Rae. Suga menghembuskan nafasnya lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
“Aku pergi dulu, ne? Jaga dirimu.” Ucap Suga sebelum pada akhirnya meninggalkan Rae diantara kerumunan orang-orang tersebut.
**
Rae menghembuskan nafasnya lalu
kembali focus pada pertunjukan dihadapannya, beberapa saat kemudian dia melihat
sosok laki-laki yang cukup familiar baginya.
“Hoseok oppa!” panggil Rae. Laki-laki yang tampak tengah mengobrol dengan teman-temannya tersebut menoleh kearah Rae, sesaat kemudian laki-laki yang bernama Hoseok tersebut tersenyum lalu berlari kearah Rae.
“Raehyun-ah!” Hoseok langsung memeluk tubuh Rae begitu saja, membuat tubuh Rae hampir terjungkal kebelakang. Rae melepaskan pelukan laki-laki tersebut lalu tersenyum kecil.
“Kenapa kau ada disini?” Tanya Hoseok.
“Jalan-jalan, hehe.” Jawab Rae sembari tertawa kecil.
“Ne? Sendirian?” Hoseok memperhatikan penampilan Rae. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah. Rae mengangguk.
“Oppa kenapa ada disini?” Tanya Rae.
“Aku ikut battle dance.” Jawab Hoseok sembari tersenyum lebar.
“Omo, jinjjayo?” Tanya Rae lagi dengan antusias, Hoseok mengangguk.
“Ne! Sebentar lagi giliranku, kau lihat, ne?” Hoseok menarik Rae ke barisan yang paling depan. Laki-laki itu memegang kedua pundak Rae lalu kembali tersenyum.
“Diam dan lihatlah.” Ucap Hoseok sembari tersenyum manis. Sesaat kemudian laki-laki itu maju kedepan dan mulai ‘beraksi.
“Hoseok oppa!” panggil Rae. Laki-laki yang tampak tengah mengobrol dengan teman-temannya tersebut menoleh kearah Rae, sesaat kemudian laki-laki yang bernama Hoseok tersebut tersenyum lalu berlari kearah Rae.
“Raehyun-ah!” Hoseok langsung memeluk tubuh Rae begitu saja, membuat tubuh Rae hampir terjungkal kebelakang. Rae melepaskan pelukan laki-laki tersebut lalu tersenyum kecil.
“Kenapa kau ada disini?” Tanya Hoseok.
“Jalan-jalan, hehe.” Jawab Rae sembari tertawa kecil.
“Ne? Sendirian?” Hoseok memperhatikan penampilan Rae. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah. Rae mengangguk.
“Oppa kenapa ada disini?” Tanya Rae.
“Aku ikut battle dance.” Jawab Hoseok sembari tersenyum lebar.
“Omo, jinjjayo?” Tanya Rae lagi dengan antusias, Hoseok mengangguk.
“Ne! Sebentar lagi giliranku, kau lihat, ne?” Hoseok menarik Rae ke barisan yang paling depan. Laki-laki itu memegang kedua pundak Rae lalu kembali tersenyum.
“Diam dan lihatlah.” Ucap Hoseok sembari tersenyum manis. Sesaat kemudian laki-laki itu maju kedepan dan mulai ‘beraksi.
“Uaa oppa hebat!” Rae bertepuk
tangan dengan antusias saat Hoseok sudah selesai, Hoseok tersenyum senang lalu
menghampiri Rae.
“Jinjjayo?” Tanya Hoseok, Rae mengangguk. Laki-laki itu langsung menarik tangan Rae begitu saja.
“Eh, kita mau kemana?” Tanya Rae sembari mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Hoseok. Hoseok menoleh kearah Rae lalu langsung merangkulnya.
“Bertemu teman-temanku.” Jawab Hoseok singkat. Rae menghentikan langkahnya lalu melepaskan genggaman Hoseok pada tangannya. Hoseok menoleh kearah Rae lalu menatap Rae dengan tatapan heran.
“Wae?” Tanya Hoseok, jujur saja, dia sedikit kecewa saat Rae tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya.
“Ini sudah malam, Yeon eonni pasti mengkhawatirkanku.” Jawab Rae. Ya, bukannya dia tidak mau bertemu dengan teman-teman Hoseok. Dia ingin, sungguh. Hanya saja dia teringat akan Eonnie nya yang sangat cerewet itu. Rae belum pernah keluar malam sampai selarut ini, ditambah pertengkaran kecil mereka tadi pagi membuat hati Rae menjadi sedikit tidak tenang. Bagaimanapun juga dia menyayangi kakak perempuan nya tersebut.
Hoseok mengangguk paham lalu memegang kedua pundak Rae.
“Aku tidak bisa mengantarmu, aku ada janji dengan teman-temanku. Maaf.” Ucap Hoseok dengan wajah menyesal. Rae tersenyum lalu mengangguk pelan.
“Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri.” Ujar Rae. Hoseok tersenyum kecil lalu mencium pipi kanan Rae.
“Baiklah, hati-hati ne. Annyeong.” Hoseok berlari sembari melambaikan tangannya kearah Rae. Rae membalas lambaian tangan Hoseok lalu mulai mengedarkan pandangannya. Mau tidak mau dia harus mencari halte, semoga masih ada bus yang beroperasi. Ini sudah sangat larut.
“Jinjjayo?” Tanya Hoseok, Rae mengangguk. Laki-laki itu langsung menarik tangan Rae begitu saja.
“Eh, kita mau kemana?” Tanya Rae sembari mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Hoseok. Hoseok menoleh kearah Rae lalu langsung merangkulnya.
“Bertemu teman-temanku.” Jawab Hoseok singkat. Rae menghentikan langkahnya lalu melepaskan genggaman Hoseok pada tangannya. Hoseok menoleh kearah Rae lalu menatap Rae dengan tatapan heran.
“Wae?” Tanya Hoseok, jujur saja, dia sedikit kecewa saat Rae tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya.
“Ini sudah malam, Yeon eonni pasti mengkhawatirkanku.” Jawab Rae. Ya, bukannya dia tidak mau bertemu dengan teman-teman Hoseok. Dia ingin, sungguh. Hanya saja dia teringat akan Eonnie nya yang sangat cerewet itu. Rae belum pernah keluar malam sampai selarut ini, ditambah pertengkaran kecil mereka tadi pagi membuat hati Rae menjadi sedikit tidak tenang. Bagaimanapun juga dia menyayangi kakak perempuan nya tersebut.
Hoseok mengangguk paham lalu memegang kedua pundak Rae.
“Aku tidak bisa mengantarmu, aku ada janji dengan teman-temanku. Maaf.” Ucap Hoseok dengan wajah menyesal. Rae tersenyum lalu mengangguk pelan.
“Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri.” Ujar Rae. Hoseok tersenyum kecil lalu mencium pipi kanan Rae.
“Baiklah, hati-hati ne. Annyeong.” Hoseok berlari sembari melambaikan tangannya kearah Rae. Rae membalas lambaian tangan Hoseok lalu mulai mengedarkan pandangannya. Mau tidak mau dia harus mencari halte, semoga masih ada bus yang beroperasi. Ini sudah sangat larut.
**
Rae duduk disebuah kursi panjang
yang berada di halte tersebut. Gadis itu mengeratkan blazer yang dia pakai saat
hawa dingin mulai menusuk permukaan kulitnya secara perlahan. Hanya ada dia di
halte ini, sendiri. Rae menundukan kepalanya, tampaknya dia akan segera membeku
jika bus tak kunjung datang.
Rae mendongakan kepalanya lalu menggosok-gosokan kedua tangannya lalu menempelkannya pada kedua pipi nya yang mulai memerah karena kedinginan. Saat akan mengambil handphone nya –bermaksud untuk menghubungi Yeon dan memintanya untuk menjemputnya- tiba-tiba saja sebuah motor berhenti didepannya.
Seorang laki-laki yang berperawakan cukup tinggi menoleh kearah Rae, laki-laki itu membuka helm yang dia pakai lalu tersenyum kearah Rae.
“Namjoon oppa!” seru Rae. Laki-laki itu tersenyum kecil lalu melambaikan tangannya.
“Naiklah, tidak ada bus yang beroperasi jam segini.” Ucap Namjoon. Rae mengangguk lalu langsung beranjak dan menghampiri Namjoon. Tampaknya dewi keberuntungan sedang berpihak padanya hari ini.
“Ini,” Namjoon menyodorkan sebuah helm kearah Rae. Rae menerima helm tersebut lalu memakainya, gadis itu naik keatas motor Namjoon lalu memeluk pinggang Namjoon dengan erat. Setidaknya dengan cara itu rasa dingin yang ia rasakan sedikit menghilang.
Rae mendongakan kepalanya lalu menggosok-gosokan kedua tangannya lalu menempelkannya pada kedua pipi nya yang mulai memerah karena kedinginan. Saat akan mengambil handphone nya –bermaksud untuk menghubungi Yeon dan memintanya untuk menjemputnya- tiba-tiba saja sebuah motor berhenti didepannya.
Seorang laki-laki yang berperawakan cukup tinggi menoleh kearah Rae, laki-laki itu membuka helm yang dia pakai lalu tersenyum kearah Rae.
“Namjoon oppa!” seru Rae. Laki-laki itu tersenyum kecil lalu melambaikan tangannya.
“Naiklah, tidak ada bus yang beroperasi jam segini.” Ucap Namjoon. Rae mengangguk lalu langsung beranjak dan menghampiri Namjoon. Tampaknya dewi keberuntungan sedang berpihak padanya hari ini.
“Ini,” Namjoon menyodorkan sebuah helm kearah Rae. Rae menerima helm tersebut lalu memakainya, gadis itu naik keatas motor Namjoon lalu memeluk pinggang Namjoon dengan erat. Setidaknya dengan cara itu rasa dingin yang ia rasakan sedikit menghilang.
“Pegangan yang kuat, ne.”
**
Namjoon menghentikan motornya tepat
didepan pintu rumah Rae. Rae turun dari motor Namjoon lalu membuka helm yang
dia pakai. Namjoon ikut membuka helm nya lalu tersenyum kearah Rae. Sekarang
sudah hampir tengah malam. Semoga saja Yeon sudah tidur, jadi Rae tidak perlu
mendengar ocehan kakak nya tersebut.
“Su-“
“Su-“
BRUK!
Baru saja Namjoon akan mengatakan
sesuatu, tiba-tiba saja pintu rumah Rae terbuka dan terbanting dengan cukup
keras. Terlihat sosok Yeon dengan wajah memerah sedang berdiri didepan pintu
naas tersebut, Yeon menatap Rae dan Namjoon secara bergantian dengan tatapan
yang tidak dapat diartikan. Mati kau,
Park Rae Hyun.
Yeon langsung berjalan ke pintu
depan saat mendengar suara motor di depan rumahnya. Ia mengintip melalui
jendela yang mengarah keluar. ia melihat rae yang sedang berjalan dengan
seorang namja mengarah ke pintu masuk rumah mereka. Rae hendak membuka
pintu rumahnya hampir saja rae jatuh karena kaget saat eonnie-nya membuka
pintu lebih dulu dengan kencang. Ugh mati aku batin rae saat melihat
wajah eonnie-nya yang memerah karna marah dan mata sembab habis menangis.
“sudah pulang rupanya rae-ssi? Ku
kira kau tidak akan pulang” ujar sung yeon dengan nada tenang tapi
tersembunyi amarah di dalamnya. Rae tidak menjawab malah menunduk.
“siapa dia rae?” Tanya sung yeon
sambil menunjuk namja yang di sebelah rae.
“anyeonghaseyo, perkenalkan aku
namjoon” namja yang bernama namjoon memperkenalkan diri lalu membungkuk sopan.
“kau siapa nya rae? Kenapa rae bisa
pulang selarut seperti ini?”
“aku temannya rae, aku melihat rae
sedang menunggu bus di halte karna bus sudah tidak beroperasi di jam-jam
seperti ini aku memutuskan untung mengantar rae pulang” jelas namjoon.
“terimkasih namjoon-ssi karna sudah
mengantar rae, lagipula ini sudah malam sebaiknya kau pulang” ujar sung yeon
dengan nada dingin, lalu menarik rae untuk masuk lalu
membanting pintu dengan keras. Sung
yeon menarik kasar tangan rae ke ruang tengah lalu melepaskan cengkramannya.
PLAK!
sung yeon menampar pipi kanan
rae dengan sangat keras dan penuh amarah. Hening tidak ada yang bersuara. Rae
memegang pipi sebelah kanan yang baru saja di tamper sung yeon lalu menatap
sung yeon dengan pandangan yang tidak dapat di baca. Sung yeon pun tidak tahu
bagaimana bisa ia menampar adiknya sendiri. Selama ini ia belum pernah menampar
adiknya. Beberapa menit keheningan menyelimuti mereka sampai yeon memecahkan
keheningan dengan berteriak penuh amarah.
“KAU DARIMANA SAJA HAH?! “
Tanya sung yeon dengan penuh amarah. Rae tidak menjawab melainkan
menundukkan kepalanya sambil memegang pipi sebelah kanan-nya.
“RAE HYUN! KAU PIKIR AKU TIDAK
MENGHAWATIRKAN MU? AKU TETAP MENUNGGUMU SAMPAI PULANG, LIHAT JAM BERAPA
SEKARANG?”
Rae mendongakkan kepalanya dan
melihat jam yang tertempel di dinding.
“jam setengah 1 malam” jawab rae
dengan nada pelan.
“SEKALI LAGI KAU SEPERTI INI JANGAN
HARAP KAU BISA TINGGAL DISINI!”
Mata rae membulat sempurna mendengar
ucapan eonnie-nya tadi.
“karna aku sedang berbaik hati aku
tidak akan melaporkan kejadian ini ke eomma dan appa, sekarang kau naik ke
atas! “ titah sung yeon.
Rae yang mengerti ia langsung naik
kekamarnya yang berada di lantai atas.
Sung yeon memijit kening nya pelan.
Pening itu yang ia rasakan sekarang. ia berjalan menuju dapur lalu meminum
segelas air mineral. Lalu ia berjalan ke lantai atas untuk segera tidur.
**
Suasana sarapan pagi dimeja makan
besar yang hanya diisi oleh dua orang itu tampak sepi, keduanya memilih untuk
tidak membuka mulut mereka. Sarapan mereka sudah habis daritadi, namun keduanya
masih tetap tidak bergeming sedikitpun dari meja makan tersebut.
Terlalu mementingkan ego mereka dan memilih untuk tidak berbicara satu sama lain hingga salah satu diantara kedua gadis ini membuka mulut. Tsk, tidakah mereka sadar jika itu sangat mustahil? Mengingat watak mereka yang sama-sama keras, tidak mau mengalah.
Yeon memainkan jari-jarinya sembari berfikir, sedangkan Rae tampak memasang wajah datar. Dia masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Yeon tadi malam, tapi itu bukan sepenuhnya salah Yeon, kan? Wajar jika seorang kaka khawatir pada adiknya dan marah saat melihat adik perempuannya –yang ber status masih seorang pelajar- pulang larut malam dengan seorang laki-laki. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Rae? Ya, meski Yeon mengenal beberapa teman Rae. Tapi rasa khawatir tetap saja mengusik hatinya.
Tidak, Yeon tidak bisa membiarkan ini terjadi, suasana diantaranya dan Rae menjadi sangatlah canggung sekarang. Sebagai kakak dia harus mengalah dan memulai duluan, kan? Meski tampaknya ego nya terlalu besar untuk melakukan itu semua. Tapi mencoba tidak masalah, bukan? Selain itu dia juga sadar jika tidak seharusnya tadi malam dia menampar Rae.
Terlalu mementingkan ego mereka dan memilih untuk tidak berbicara satu sama lain hingga salah satu diantara kedua gadis ini membuka mulut. Tsk, tidakah mereka sadar jika itu sangat mustahil? Mengingat watak mereka yang sama-sama keras, tidak mau mengalah.
Yeon memainkan jari-jarinya sembari berfikir, sedangkan Rae tampak memasang wajah datar. Dia masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Yeon tadi malam, tapi itu bukan sepenuhnya salah Yeon, kan? Wajar jika seorang kaka khawatir pada adiknya dan marah saat melihat adik perempuannya –yang ber status masih seorang pelajar- pulang larut malam dengan seorang laki-laki. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Rae? Ya, meski Yeon mengenal beberapa teman Rae. Tapi rasa khawatir tetap saja mengusik hatinya.
Tidak, Yeon tidak bisa membiarkan ini terjadi, suasana diantaranya dan Rae menjadi sangatlah canggung sekarang. Sebagai kakak dia harus mengalah dan memulai duluan, kan? Meski tampaknya ego nya terlalu besar untuk melakukan itu semua. Tapi mencoba tidak masalah, bukan? Selain itu dia juga sadar jika tidak seharusnya tadi malam dia menampar Rae.
“Ekhem,” Yeon berdehem pelan,
mencoba mencairkan suasana diantara nya dan Rae. Gadis itu kembali memainkan
jari-jarinya, berfikir apa kalimat yang akan ia lontarkan pada adiknya tersebut.
Yeon menghembuskan nafas panjang lalu menatap Rae yang masih memasang ekspresi
datar.
“Raehyunnie,” panggil Yeon pelan.
“Um.” Gumam Rae, terdengar malas dan
tampak tidak tertarik dengan apa yang akan diucapkan kakaknya itu. Tidak, Rae
bukannya tidak mau berbaikan dengan Yeon. Dia ingin kembali berbaikan dan
bercanda dengan kakaknya tersebut. Suasana canggung seperti ini sangatlah
menyebalkan bagi Rae, dan dia tidak menyukainya. Hanya saja dia masih terlalu
egois dan bingung untuk mengutarakan perasaannya tersebut.
“Kau masih marah?” Tanya Yeon hati-hati. Rae memiringkan kepalanya.
“Kau masih marah?” Tanya Yeon hati-hati. Rae memiringkan kepalanya.
“Menurutmu?” Rae balik bertanya.
Yeon menghembuskan nafas kesal lalu beranjak dari duduknya, gadis itu
menggebrak meja lalu menatap Rae dengan tatapan kesal.
“Tidak bisakah kau berhenti bersikap
dingin pada kakak-mu sendiri hah? Aku hanya khawatir padamu!” bentak Yeon, dia
benar-benar tidak bisa menahan emosi nya lagi. Rae mendengus pelan lalu ikut
menggebrak meja dan beranjak dari duduknya.
“Tapi tidak seharusnya kau bersikap
seperti itu! Nappeun eonni!”
“Gadis bodoh!”
“Kau yang bodoh!”
“Kau!”
“Kau!”
“YA! PARK RAE HYUN!”
“YA EONNI-YA!” Suara nyaring kedua gadis itu memenuhi rumah
keluarga Park. Mereka berdua mengatur nafas masing-masing, mencoba meredam
amarah mereka. Rae menghembuskan nafasnya pelan, baru saja ia akan bebricara
tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu. Kedua saudara itu menoleh kearah
ruang tamu, kemudian mereka saling bertatapan satu sama lain.
“Aku saja.” Ucap Rae sembari meninggalkan Yeon di meja makan.
“Aku saja.” Ucap Rae sembari meninggalkan Yeon di meja makan.
**
“Annyeong haseyo!” Sapa kedua namja
dihadapan Rae, baru saja ia membuka pintu rumah nya tersebut, dia langsung
melihat Jungkook dan Suho sedang tersenyum ramah kearahnya. Ah, untuk beberapa
saat gadis itu lupa caranya bernafas.
“Ne, annyeong, Jungkook-ah, Baekhyun oppa.” Rae membungkukkan badannya lalu mempersilahkan kedua namja itu masuk.
Jungkook dan Baekhyun duduk di sofa berwarna cokelat tua yang berada di ruang tamu rumah keluarga Park tersebut. Rae duduk disamping Jungkook lalu menyenderkan kepalanya pada sandaran sofa tersebut.
“Kenapa kalian bisa datang bersama-sama? Kalian mengenal satu sama lain?” Tanya Rae sembari melirik kearah Baekhyun dan Jungkook secara bergantian. Kedua laki-laki itu menggeleng.
“Tadi kami bertemu didepan.” Jawab Jungkook. Rae mengangguk paham lalu menoleh kearah Baekhyun. “Yeon eonni ada didalam, masuk saja.” Ucap Rae. Baekhyun mengangguk pelan lalu langsung beranjak dari duduknya. Baru saja ia melangkahkan kaki nya beberapa langkah, Baekhyun berhenti sejenak lalu menoleh kearah Rae.
“Kalian sedang bertengkar?” Tanya Baekhyun hati-hati. Rae mengangkat bahu nya lalu memejamkan matanya.
Baekhyun yang mengerti hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan lalu melanjutkan langkahnya.
“Ne, annyeong, Jungkook-ah, Baekhyun oppa.” Rae membungkukkan badannya lalu mempersilahkan kedua namja itu masuk.
Jungkook dan Baekhyun duduk di sofa berwarna cokelat tua yang berada di ruang tamu rumah keluarga Park tersebut. Rae duduk disamping Jungkook lalu menyenderkan kepalanya pada sandaran sofa tersebut.
“Kenapa kalian bisa datang bersama-sama? Kalian mengenal satu sama lain?” Tanya Rae sembari melirik kearah Baekhyun dan Jungkook secara bergantian. Kedua laki-laki itu menggeleng.
“Tadi kami bertemu didepan.” Jawab Jungkook. Rae mengangguk paham lalu menoleh kearah Baekhyun. “Yeon eonni ada didalam, masuk saja.” Ucap Rae. Baekhyun mengangguk pelan lalu langsung beranjak dari duduknya. Baru saja ia melangkahkan kaki nya beberapa langkah, Baekhyun berhenti sejenak lalu menoleh kearah Rae.
“Kalian sedang bertengkar?” Tanya Baekhyun hati-hati. Rae mengangkat bahu nya lalu memejamkan matanya.
Baekhyun yang mengerti hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan lalu melanjutkan langkahnya.
“Kalian bertengkar?” Tanya Jungkook,
Rae menoleh kearah Jungkook lalu mengangguk pelan. “Hah, entahlah. Aku
bingung.” Rae menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Jungkook
menghembuskan nafasnya pelan lalu menoleh kearah Rae yang tampak kebingungan.
Laki-laki itu mengacak-ngacak rambut Rae lalu mencubit pipi nya pelan.
“Kau mau bercerita padaku, Nuna?” tawar Jungkook. Rae menoleh kearah Jungkook lalu tampak berfikir sejenak, tampaknya dia memang harus meminta saran dari Jungkook.
“Kau mau bercerita padaku, Nuna?” tawar Jungkook. Rae menoleh kearah Jungkook lalu tampak berfikir sejenak, tampaknya dia memang harus meminta saran dari Jungkook.
**
“Kalian sedang bertengkar?” Tanya
Baekhyun sembari menatap punggung Yeon yang sedang membuatkan minum untuknya.
Yeon menoleh kearah Baekhyun lalu mengangguk pelan. “Sepertinya begitu.” Jawab
Yeon sembari menghembuskan nafasnya. Yeon membawa segelas orange juice lalu
menaruhnya dimeja yang berada dihadapan Baekhyun. Gadis itu duduk disamping
Baekhyun lalu menopang dagu nya dengan kedua tangannya diatas meja.
“Dia sangat keras kepala, padahal aku memarahinya karena aku khawatir padanya.” Cibir Yeon sembari menggerutu pelan. Baekhyun tersenyum kecil lalu mengacak-ngacak rambut Yeon.
“Kau sama keras kepalanya seperti Rae, eoh.” Ucap Baekhyun. Yeon membereskan rambutnya yang berantakan akibat perlakuan Baekhyun tadi lalu menoleh kearah Baekhyun.
“Sebenarny aku juga salah, tidak seharusnya aku menamparnya tadi malam.” Gumam Yeon. Baekhyun menghembuskan nafasnya pelan lalu memegang kedua pundak Yeon hingga kini mereka berdua berhadapan.
“Minta maaflah, kau tahu kan sifat adik mu itu seperti apa? Dia bah-“
“Dia sangat keras kepala, padahal aku memarahinya karena aku khawatir padanya.” Cibir Yeon sembari menggerutu pelan. Baekhyun tersenyum kecil lalu mengacak-ngacak rambut Yeon.
“Kau sama keras kepalanya seperti Rae, eoh.” Ucap Baekhyun. Yeon membereskan rambutnya yang berantakan akibat perlakuan Baekhyun tadi lalu menoleh kearah Baekhyun.
“Sebenarny aku juga salah, tidak seharusnya aku menamparnya tadi malam.” Gumam Yeon. Baekhyun menghembuskan nafasnya pelan lalu memegang kedua pundak Yeon hingga kini mereka berdua berhadapan.
“Minta maaflah, kau tahu kan sifat adik mu itu seperti apa? Dia bah-“
“Aku sudah mencoba! Tapi dia bersikap
dingin padaku.” Yeon memotong ucapan Baekhyun. Gadis itu mengacak-ngacak
rambutnya sendiri lalu menundukan kepalanya. Baekhyun mendengus kecil lalu
mengusap kepala Yeon.
“Coba lagi. Dan tahan emosi mu, arra?”
“Coba lagi. Dan tahan emosi mu, arra?”
**
“Kenapa kau bisa pulang selarut itu?
Pantas saja Yeon nuna memarahimu.” Ucap Jungkook dengan nada sedikit tinggi
setelah mendengar cerita Rae. Jujur saja, dia sangat khawatir saat mengetahui
tadi malam Rae pulang tengah malam. Kenapa dia tidak menghubungi Jungkook? Atau
memberi kabar pada kakaknya? Dengan begitu Yeon tidak akan khawatir.
Rae menundukan kepalanya lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan. Dia memang salah, dan dia mengakui itu. Tapi dia tetap tidak terima saat Yeon menamparnya.
“Tapi Yeon eonni ti-“
Rae menundukan kepalanya lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan. Dia memang salah, dan dia mengakui itu. Tapi dia tetap tidak terima saat Yeon menamparnya.
“Tapi Yeon eonni ti-“
“Dia hanya terbawa emosi.” Jungkook
memotong ucapan Rae. Laki-laki itu menghembuskan nafasnya pelan lalu tersenyum
kecil kearah Rae. “Minta maaflah.” Ucap Jungkook. Rae terdiam beberapa saat.
Bagaimana caranya dia meminta maaf pada Yeon dalam kondisi seperti ini?
Sebenarnya tadi saat sarapan dia juga berniat meminta maaf pada eonni-nya
tersebut, tapi entah kenapa dia malah bersikap dingin seperti tadi.
“Nuna, berapa umurmu eoh? Ayo minta maaflah, jangan seperti anak kecil.” Jungkook mencubit pipi Rae dengan cukup keras. Rae meringis pelan lalu menepis tangan Jungkook, gadis itu menggembungkan pipinya secara reflex lalu mencubit lengan Jungkook.
“Apo!” cibir Rae. Jungkook tertawa pelan lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
Rae mendengus kecil lalu menggeser duduknya untuk menjauhi Jungkook, tapi Jungkook ikut menggeser duduknya.
“Nuna~” Jungkook menusuk-nusuk lengan Rae dengan jarinya. Rae menoleh kearah Jungkook lalu menatapnya malas. “Apa?” Tanya Rae. Jungkook tersenyum aneh lalu tiba-tiba saja dia menggelitiki Rae.
“Ya! Jeon Jeongguk-ya! AHAHAHA JUNGKOOK-AH HENTIKAN!”
“Nuna, berapa umurmu eoh? Ayo minta maaflah, jangan seperti anak kecil.” Jungkook mencubit pipi Rae dengan cukup keras. Rae meringis pelan lalu menepis tangan Jungkook, gadis itu menggembungkan pipinya secara reflex lalu mencubit lengan Jungkook.
“Apo!” cibir Rae. Jungkook tertawa pelan lalu mengacak-ngacak rambut Rae.
Rae mendengus kecil lalu menggeser duduknya untuk menjauhi Jungkook, tapi Jungkook ikut menggeser duduknya.
“Nuna~” Jungkook menusuk-nusuk lengan Rae dengan jarinya. Rae menoleh kearah Jungkook lalu menatapnya malas. “Apa?” Tanya Rae. Jungkook tersenyum aneh lalu tiba-tiba saja dia menggelitiki Rae.
“Ya! Jeon Jeongguk-ya! AHAHAHA JUNGKOOK-AH HENTIKAN!”
**
Yeon yang mendengar teriakan Rae
menoleh kearah ruang tamu, gadis itu menangkap sosok Rae dan Jungkook yang
sedang kejar-kejaran sembari menggelitiki satu sama lain. Tanpa Yeon sadari
seulas senyum tergores di wajahnya. Bagaimanapun juga adiknya mempunyai sifat
kekanak-kanakan, meski sifatnya itu tertutupi oleh kepribadian Rae yang aneh ;
bisa menjadi periang dan dingin dalam waktu yang sama.
“Laki-laki itu, nugu?” Tanya Baekhyun sembari ikut memperhatikan Rae dan Jungkook yang masih sibuk dengan dunia mereka sendiri. Yeon menoleh kearah Baekhyun.
“Jungkook, teman Rae.” Jawab Yeon. Gadis itu kembali memperhatikan Rae lalu menghembuskan nafasnya pelan.
“Ayo.” Baekhyun mendorong bahu Yeon pelan. Yeon membulatkan matanya lalu menatap Baekhyun dengan tatapan seolah mengatakan ‘kau-ingin-aku-melakukannya-sekarang?’. Baekhyun tertawa kecil lalu mengangguk.
“Ayolah.” Baekhyun menarik lengan Yeon secara paksa menghampiri Rae dan Jungkook.
“Laki-laki itu, nugu?” Tanya Baekhyun sembari ikut memperhatikan Rae dan Jungkook yang masih sibuk dengan dunia mereka sendiri. Yeon menoleh kearah Baekhyun.
“Jungkook, teman Rae.” Jawab Yeon. Gadis itu kembali memperhatikan Rae lalu menghembuskan nafasnya pelan.
“Ayo.” Baekhyun mendorong bahu Yeon pelan. Yeon membulatkan matanya lalu menatap Baekhyun dengan tatapan seolah mengatakan ‘kau-ingin-aku-melakukannya-sekarang?’. Baekhyun tertawa kecil lalu mengangguk.
“Ayolah.” Baekhyun menarik lengan Yeon secara paksa menghampiri Rae dan Jungkook.
“Ehem.” Baekhyun berdehem pelan,
tangan kanannya masih menggenggam lengan Yeon dengan cukup kuat. Rae dan
Jungkook yang sedang kejar-kejaran pun menghentikan aktifitas mereka lalu
menoleh kearah Baekhyun dan Yeon.
Baekhyun melepaskan genggamannya lalu memberikan isyarat pada Jungkook untuk ikut dengannya, Jungkook menoleh kearah Rae sekilas lalu menghampiri Baekhyun.
Baekhyun membisikan sesuatu pada Jungkook, sedangkan Rae dan Yeon yang melihat itu hanya bisa memasang wajah bingung. Jungkook tersenyum kecil lalu mengangguk pelan.
Akhirnya kedua namja yang baru bertemu tadi pagi pun ber high-five ria, setelah itu mereka meninggalkan Yeon dan Rae begitu saja.
“Kalian mau kemana?” Tanya Rae. Baekhyun menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil. “Selesaikan masalah kalian. Tenang saja, aku tidak akan menculik temanmu ini.” Baekhyun terkekeh pelan lalu kembali menyeret Jungkook kedalam rumah.
Dan kini hanya ada Yeon dan Rae yang berada di ruang tamu. Suasana canggung kembali menyelimuti mereka. keduanya masih terdiam, entah apa yang berada di pikiran kedua gadis ini.
Baekhyun melepaskan genggamannya lalu memberikan isyarat pada Jungkook untuk ikut dengannya, Jungkook menoleh kearah Rae sekilas lalu menghampiri Baekhyun.
Baekhyun membisikan sesuatu pada Jungkook, sedangkan Rae dan Yeon yang melihat itu hanya bisa memasang wajah bingung. Jungkook tersenyum kecil lalu mengangguk pelan.
Akhirnya kedua namja yang baru bertemu tadi pagi pun ber high-five ria, setelah itu mereka meninggalkan Yeon dan Rae begitu saja.
“Kalian mau kemana?” Tanya Rae. Baekhyun menoleh kearah Rae lalu tersenyum kecil. “Selesaikan masalah kalian. Tenang saja, aku tidak akan menculik temanmu ini.” Baekhyun terkekeh pelan lalu kembali menyeret Jungkook kedalam rumah.
Dan kini hanya ada Yeon dan Rae yang berada di ruang tamu. Suasana canggung kembali menyelimuti mereka. keduanya masih terdiam, entah apa yang berada di pikiran kedua gadis ini.
“Eonni a-“
“Rae-ah a-“
Rae dan Yeon menghentikan ucapan
mereka. Rae menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, sedangkan Yeon
menghembuskan nafasnya pelan.
“Aku minta maaf.” Ucap Yeon. Gadis itu mengepalkan tangannya lalu kembali menghembuskan nafasnya.
“Tidak seharusnya aku menamparmu tadi malam. Aku hanya terbawa emosi, maaf.” Tambah Yeon. Rae menghembuskan nafasnya lalu berjalan menghampiri Yeon.
“Aku juga minta maaf, Eonni-ya. Seharusnya aku menghubungimu, maaf sudah membuatmu khawatir.” Ucap Rae. Yeon mengangguk lalu mengacak-ngacak rambut adiknya tersebut, suasana canggung diantara mereka kini sudah runtuh begitu saja.
“Aku minta maaf.” Ucap Yeon. Gadis itu mengepalkan tangannya lalu kembali menghembuskan nafasnya.
“Tidak seharusnya aku menamparmu tadi malam. Aku hanya terbawa emosi, maaf.” Tambah Yeon. Rae menghembuskan nafasnya lalu berjalan menghampiri Yeon.
“Aku juga minta maaf, Eonni-ya. Seharusnya aku menghubungimu, maaf sudah membuatmu khawatir.” Ucap Rae. Yeon mengangguk lalu mengacak-ngacak rambut adiknya tersebut, suasana canggung diantara mereka kini sudah runtuh begitu saja.
“Kalian sudah berbaikan?” Tanya
Jungkook yang muncul dari pintu dapur dengan mulut penuh cheesecake, diikuti
Baekhyun yang membawa sepotong cheesecake juga.
“Ne.” jawab Yeon sembari tersenyum senang, Rae ikut tersenyum lalu merangkul pundak Yeon.
“Gomawo.” Ucap Rae. Baekhyun dan Jungkook mengangguk lalu menghampiri mereka berdua. Jungkook mengambil cheesecake yang dipegang Baekhyun lalu memakannya begitu saja.
“Eh tunggu, dari mana kalian mendapat cheesecake itu?” Tanya Rae. Baekhyun dan Jungkook saling berpandangan satu sama lain lalu tersenyum aneh.
“Kulkas.” Jawab mereka berdua bebarengan. Yeon dan Rae membulatkan mata mereka.
“Ne.” jawab Yeon sembari tersenyum senang, Rae ikut tersenyum lalu merangkul pundak Yeon.
“Gomawo.” Ucap Rae. Baekhyun dan Jungkook mengangguk lalu menghampiri mereka berdua. Jungkook mengambil cheesecake yang dipegang Baekhyun lalu memakannya begitu saja.
“Eh tunggu, dari mana kalian mendapat cheesecake itu?” Tanya Rae. Baekhyun dan Jungkook saling berpandangan satu sama lain lalu tersenyum aneh.
“Kulkas.” Jawab mereka berdua bebarengan. Yeon dan Rae membulatkan mata mereka.
“YA ITU CHEESECAKE BUATANKU!”
“KENAPA KALIAN MEMAKANNYA? ITU MILIK
KAMI!”
End.
HAHAHAHA ENDING NYA ANCUR YA
HAHAHAHA /tewas/
RCL juseyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
[!!] Gunakan bahasa yang sopan. Terima kasih.